Selasa, 24 April 2012

Isra' Mi'raj


ISRA’ MI’RAJ MENURUT AL-QUR’AN
A.    Pengertian Isra’ Mi’raj
Ayat ini diawali dengan menyebutkan mukjizat yang agung tentang Isra’ dan Mi’raj, yang dimiliki oleh rasulullah Muhammad bin Abdullah. Peristiwa Isra’ dan Mi’raj merupakan mukjizat terbesar yang ditampilkan Al-Qur’an dalam kitabnya yang abadi, dengan huruf cahaya yang disusun agar dapat menjadi penerang yang abadi, yang senantiasa dibaca sepanjang masa, yang menunujukan tingginya kedudukan dan derajat Muhammad disisi Allah. Karena tidak ada seorangpun dari anak keturunan manusia yang mendapatkan kehormatan semacam ini selain nabi dari bangsa Arab keturunan Bani Hasyim itu, yang diberi kekhususan oleh Allah dengan menuju perjalanan Al-Quds untuk bermunajat, dan dijalankan dari tanah haram menuju Masjid Al-Aqso, untuk menunujukan kepadanya tanda-tanda kebesaran-Nya yang besar, agar dia bisa bertemu dengan para nabi dan rasul.
Dan sebelum mengetahui makna Isra’ Mi’raj, alangkah baiknya kita memahami dan mengkaji firman Allah SWT surat Al-Isra’ ayat 1:

 Artinya:”Maha suci Allah yang telah memperjalankan hambanya (Muhammad) pada malam hari dari masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami, sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat. (Q.S. Al-Isra’: 1)[18]
           
Dalam ayat ini banyak dari rahasia-rahasia yang terkandung didalamnya, karena dimulai dengan kata “Subhana” (                           ) yang artinya Maha Suci, kata “Subhana” diambil dari kata “Sabaha” (                 ) yang pada mulanya berarti “Menjauh”. Seseorang yang berenang dilukiskan dengan menggunakan akar kata yang sama, karena pada hakikatnya dengan berenang ia menjauh dari posisinya semula. “Bertasbih” dalam pengertian agama berarti “menjauhkan Allah dari segala sifat kekurangan dan kejelekan”.[19]  Kata “Subhana” biasanya digunakan untuk menunjukan keajaiban terhadap sesuatu. Karena tidak ada sesuatu yang mengherankan sebelumnya, maka ia isyaratkan apa yang disebut sesudahnya yaitu peristiwa Isra’ Nabi Muhammad SAW. Ini adalah suatu peristiwa yang menakjubkan dan mengherankan bagi manusia biasa seperti kita, karena terjadinya sangat diluar kebiasaan yang selama ini dikenal manusia.
            Dan kata “Subhana” akan memberikan pengertian dalam hati seseorang bahwa disana ada kekuatan yang jauh melampaui segala kekuatan manusia di muka bumi ini. Maka dari itu makna dari kata Subhana adalah bahwa Allah itu Maha Suci Dzat-Nya. Dan setiap awal ayat yang diawali dengan kata ini banyak tersirat keajaiban-keajaiban dan keheranan-keheranan yang nyata.
            Benar sekali pada kenyataannya peristiwa ini menimbulkan suatu keheranan dan keajaiban yang melampaui fikiran manusia dan tidak bisa dipahami dengan fikiran kosong, akan tetapi dalam memahami peristiwa yang mulia ini sangat dibutuhkan sekali keimanan.
            Kemudian dalam kata “bia’adihi” (               ) mengapa Allah yang Maha Agung menyebutkan dengan sebutan “bia’bdihi” bukan dengan “birasulihi”, “bimuhammadihi”, inilah yang menjadi masalah, jawabannya adalah karena peristiwa Isra’ Mi’raj tidak hanya untuk rasulullah dan umat Islam saja, akan tetapi seluruh agama datang dan harus memahami peristiwa yang agung ini.
Disamping itu kata ”bia’bdihi”  ini dipakai untuk memberikan jawaban kepada orang yang berpendapat bahwasannya peristiwa Isra’ itu hanya dilakukan oleh ruhnya rasulullah saja, akan tetapi kata ini mempunyai arti hamba, berarti kata Abd itu mempunyai arti (hamba), dan kata Abd tidak hanya untuk ruh atau atau jasadnya saja, akan tetapi ruh dan jasad rasulullah yang melaksanakan peristiwa Isra’ Mi’raj.[20] Dan hamba adalah orang yang lemah yang tidak mempunyai daya atau upaya untuk melakukan sesuatu, dari sini kita dapat mengambil intisari bahwasannya perjalanan rasulullah SAW bukan keinginan beliau, akan tetapi ini semua kehendak Allah SWT. Dan bukan hanya ruh Muhammad saja, akan tetapi jasadnya juga ikut dalam perjalanan dan peristiwa ini.
Kemudian kata Lailan (           ) yang berarti malam, sepintas terlihat tidak diperlukan lagi setelah kata Asra yang telah mempunyai arti berjalan pada waktu malam, untuk menggunakan kata Lailan, karena pada dasarnya Asra adalah bejalan di waktu malam. Sementara ulama menjadikan kata ini mengandung makna sedikit, sehingga dapat dipahami bahwa perjalanan malam yang menurut suatu riwayat berlangsung sedemikian singkat, maka setelah kembali, beliau masih menemukan kehangatan pembaringan, walaupun beliau telah melakukan perjalanan yang demikian jauh. Sayid Qutub memperoleh kesan dari kata malam di atas sebagai tujuan memberi gambaran tentang ketenangan malam dan ketenangan jiwa yang dipenuhi oleh gerakan yang lemah lembut yang berurutan dari peristiwa tersebut.[21] 
Kemudian setelah kata Subhana, bia’bdihi dan lailan, sekarang kita akan membahas kata  (                                                                       ) “Minal Masjidil Haram ilal Masjidil Aqsa” atau dari Mekkah Al-Mukarramah ke Baitul Muqaddas. Dinamakan Aqsa karena jauhnya tempat itu dari Masjidil Haram. Tujuannya dari perjalanan itu adalah untuk memuliakan rasulullah dan memberkahinya dan agar Muhammad melihat tanda-tanda kebesarannya yang menakjubkan dan kami perlihatkan kepadanya malaikat langit dan bumi, dan Kami memperlihatkan kepadanya keindahan akan kebesaran Kami. Dan apa yang menyebabkan perjalanan ini melalui Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa? ini yang menjadi pertanyaan bagi umat Islam khususnya, dan apa keistimewaan dari Masjid ini, Masjidil Haram adalah tempat peribadatan pertama yang pertama kali dibangun untuk manusia, dan Masjidil Haram ini adalah petunjuk bagi manusia, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an:



Artinya:”Sesunguhnya rumah ibadah yang pertama kali dibangun untuk manusia ialah (Baitullah) yang ada di Mekkah yang menjadi petunjuk bagi seluruh Alam”. (Q.S. Al-Imran: 96)[22]
Kata “Haram” yang makna dasarnya adalah yang dihormati, maka dari sini Masjidil Haram yang agung dan dihormati, rasulullah SAW diberangkatkan oleh Allah SWT untuk melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj.[23] Karena keagungan Masjidil Haram inilah Allah memberangkatkan Nabi Muhammad SAW untuk melakukan perjalana Isra’ Mi’raj dimulai dari Masjidil Haram.
Kemudian Masjidil Aqsa (             ) makna dari kata ini adalah “yang terjauh”, ini adalah tempat persiapan rasulullah SAW untuk melakukan Mi’raj, dan Masjidil Aqsa adalah sebagai tempat suci dan sebagai tempat kegiatan Nabi Musa As, Nabi Isa As, dan Nabi-nabi bani Israil.[24] Sedangkan Nabi Muhammad SAW diutus untuk seluruh umat manusia, bukan untuk orang Arab saja sebagaiman mereka (Nabi Musa As, Nabi Isa As, Nabi-nabi Bani Israil) diutus untuk umat mereka masing-masing, dari peristiwa ini diawali dari masjidil Haram kemudian ke Masjidil Aqsa itu seolah-olah menyatakan bahwasannya Nabi Muhammad SAW diutus bukan hanya untuk umat Islam saja, akan tetapi untuk semua umat manusia.
Kemudian kata (                ) baarakna yang mempunyai arti kami berkati[25] dan kata ini berasal dari kata ( ) Barakah yakni kebajikan dan keberkahan.
Kemudian kata (               ) haulahu yang mempunyai arti sekitarnya, inilah bukti bahwasannya Allah telah memberkati sekitar peristiwa Isra’ Mi’raj.
Kemudian dalam penutup ayat ini (                                                                ) Innahu Huwassami’ul Bashir sesungguhnya Dia adalah Maha Melihat dan Maha Mendengar, ada juga yang memahaminya sebagai menunujuk kepada Nabi Muhammad SAW. Dan ayat di atas menyebutkan awal perjalanan Isra’, dan akhirnya yakni antara dua masjid. Hal tersebut kiranya untuk memberikan isyarat bahwa perjalanan hidup manusia menuju Allah SWT, hendaknya bermula dari masjid yakni kepatuhan kepada Allah dan berakhir pula pada masjid, yakni kepatuhan kepadanya.
Dari ayat ini apabila kita membacanya dengan renungan mendalam, memang jarang biasa terjadi. Tetapi tidak mustahil bagi Allah SWT Yang Maha Suci dan Maha Agung, terhadap hamba-Nya yang telah dipilih-Nya sebagai kekasih-Nya.  
Dan makna dari Isra’ Mi’raj itu sendiri adalah kata Asra’ (               ) serupa dengan kata (             ) Saraa yakni perjalanan malam, kedua kata tersebut tidak membutuhkan objek atau dalam istilah bahasa disebut Intransitive atau lazim.[26] Dan kata Asra’ adalah memperjalankan, dalam hal ini bukanlah kemauan Muhammad untuk melakukan perjalanan Isra Mi’raj ini. Akan tetapi ini adalah kemauan Allah SWT yang akan memperlihatkan kepadanya kekuasaan dan kebesaran yang dimiliki-Nya. Nabi Muhammad SAW sebagai manusia biasa bisa untuk berjalan, akan tetapi mungkinkah Nabi Muhammad SAW dapat menjalankan perjalanan ini, mungkin kalau Nabi Muhammad SAW pergi ke Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa Nabi Muhammad SAW dapat melakukannya, akan tetapi dalam waktu yang cukup singkat akankah Nabi Muhammad SAW bisa untuk melakukan perjalanan ini, dan mungkinkah Nabi Muhammad SAW bisa untuk melakukan perjalanan Mi’raj? yang jaraknya tidak dapat dihitung oleh manusia, dan peristiwa itu hanya dilakukan dalam jangka waktu yang sangat singkat.
Imam Dr. Raghib Al-Ishfani menjelaskan bahwa kata Isra’ menurut bahasa (lughat) adalah berasal dari kata “Asra’” yang mempunyai makna memperjalankan. Ulama lain mengatakan, kata “Isra’ “diambil dari kata “Assurah” yang berarti “Ardhun Waasi’un“ yang berarti alam yang luas.[27]  
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa makna Isra’ secara terminologi adalah berjalan di waktu malam (Travel by Night, to Depart by night). Dan yang menjadi masalah adalah apakah rasulullah SAW melakukan perisriwa Isra’ dalam keadaan sadar ataukah beliau diperjalankan oleh Allah dalam keadaan tidak sadar? Al-Qadhi ‘Iyyadh pengarang kitab “As-sifa” menerangkan dalam kitab itu bahwasannya salaf dan ulama berbeda pendapat pula tentang Isra’ itu, dengan rohnya saja ataukah sekaligus roh dan jasadnya. Segolongan menyatakan pendapat bahwa peristiwa Isra’ itu terjadi dengan roh, dan kejadian itu adalah semacam mimpi sedang tidur, dengan catatan bahwa mereka semuanya sependapat bahwa mimpi nabi-nabi adalah mimpi yang benar dan bahkan wahyu. Inilah pendapat Mu’awiyah bin Abu Sufyan.[28] Akan tetapi ada juga yang berpendapat bahwasannya perjalanan Isra’ Nabi Muhammad SAW adalah dalam keadaan sadar.                                                                                                                                         
Dan makna dari kata Mi’raj, Mi’raj berasal dari kata “ Araja” yang berarti “Dzahaba Fii Shu’udin“ yang berarti “Berpergian dengan menaiki sesuatu“, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an:

Artinya:”Para Malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari setara dengan lima puluh tahun manusia” (Q.S. Al-Ma’arij: 4)[29]
            Dari kata Ta’ruju (                   ) ini adalah kata dari A’raja yang memiliki arti naik, oleh karena itu secara etimologi makna Mi’raj adalah “As-Sulam” (                 ) atau “Al-ash’ad” atau tangga (Stairs, Ladder), dengan demikian makna Mi’raj dalam terminologi adalah perjalanan Nabi Muhammad SAW bersama Malaikat Jibril dari Masjidil Aqsa ke Sidratul Muntaha dengan cara menaiki dari satu tangga ke tangga berikutnya sampai ke Sidratul Muntaha.
            Banyak dari manusia yang menanyakan akan kebenaran peristiwa Mi’raj rasulullah SAW ini, akan tetapi dengan inilah rasulullah SAW telah memberikan tauladan yang baik dan sangat tinggi bagi setiap orang yang merasa dirinya terpanggil untuk melakukan suatu dakwah dalam keberanian menyatakan kebenaran, dengan tidak memperdulikan diterima atau ditolak oleh banyak orang. Dan pada dasarnya ketika apa yang kita sampaikan itu dalam kebenaran janganlah takut untuk menyampaikan dakwah tersebut. Inilah pelajaran yang diberikan rasulullah setelah beliau melaksanakan peristiwa ini. Dan umat Islam khususnya harus mengetahui dan meyakini bahwasannya ini benar-benar terjadi pada diri rasulullah. Karena ini dijelaskan dalam Al-Qur’an, bahwasannya Nabi Muhammad SAW tidak sama sekali berbohong dengan apa yang telah ia lihat dengan dalam keadaan sadar, firman Allah dalam Al-Qur’an:


Artinya: “Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya maka apakah kamu (Musyrikin Mekkah) hendak membantahnya tentang apa yang dilihatnya itu? Dan sungguh dia (Muhammad) melihatnya (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain yaitu di Sidratul Muntaha”. (Q.S. An-Najm: 11-14)[30]

Ayat ini menjelaskan benar bahwa Nabi Muhammad SAW telah sampai pada Sidratul Muntaha, yang lebih tinggi dari langit.
Dan dari makna Isra’ Mi’raj dapat disimpukan bahwa perjalanan Isra’ adalah perjalanan yang semua manusia bisa melakukannya, dan perjalanan Mi’raj dari Masjidil Aqsa sampai ke langit ketujuh disebut dengan alam Malakut, yang hanya malaikat yang bisa melakukan perjalanan ini. Kemudian Mi’raj Nabi dari langit ketujuh sampai ke Sidratul Muntaha adalah perjalanan alam Lahud (ketuhanan). Inilah tiga perjalanan rasulullah SAW yang ditempuh dalam jangka waktu yang sangat singkat, itu semua kehendak Allah SWT. Dan jarak antara Isra dan Mi’raj tidaklah terlalu jauh, dan tidak pula berubah tabi’at kejadian ini, bahwasannya ini adalah “Kasyaf” (pembukaan rahasia) dan tajalli bagi rasulullah.[31] Orang yang mengerti bahwa kejadian tersebut berkat kudratullah dan tabiat kenabian, tidak akan memandang ganjil hal-ihwal seperti ini.

B.     Pengertian Buraq dan Sidratul Muntaha
Menurut sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Annas, rasulullah SAW menjelaskan bahwa Buraq itu adalah Dabbah, yang menurut penafsiran bahasa Arab adalah suatu makhluk hidup berjasad, bisa laki-laki bisa juga perempuan, berakal dan juga tidak berakal, kalau dilihat dalam kamus bahasa Arab maka kita akan menemukan Istilah “Buraq” yang mempunyai arti binatang kendaraan Nabi Muhammad SAW, dia berbentuk kuda, bersayap kiri dan kanan,[32] sebenarnya Buraq adalah istilah dalam Al-Qur’an dengan arti “Kilat” sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an:




Artinya:”Hampir saja kilat itu menyambar penglihatan mereka, setiap kali (kilat itu) menyinari, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan apabila gelap menerpa mereka, mereka berhenti niscaya Dia hilangkan pendengaran dan penglihatan mereka, sungguh Alah Maha Kuasa atas segala sesuatu.(Q.S. Al-Baqarah: 20)[33]
              
Ini adalah kendaraan rasululah yang digunakan dalam waktu Isra’ Mi’raj yaitu “Buraq”.
            Adapun pengertian dari “Sidratul Muntaha” adalah sebuah pohon bidara yang menandai akhir dari langit atau surga ketujuh sebuah batas dimana makhluk tidak dapat melewatinya,[34] disinilah dimana rasulullah SAW bertemu dengan Allah SWT dan mendapatkan perintah shalat.

C.    Tanggapan Masyarakat Quraisy terhadap peristiwa Isra’ Mi’raj
Imam Ahmad, Ibnu Abi Syaibah, An-Nasa’i, Al-Bazzar, Ath-Thabrany, Abu Nai’m meriwayatkan dari Zararah bin Aufa dari Ibnu Abbas, rasulullah SAW bersabda yang artinya:
Pada malam aku melakukan Isra’, aku berada di Mekkah dan aku tahu orang-orang akan mendustakan diriku”[35]
Itulah yang terjadi setelah beliau melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj ini, karena mereka (kaum Quraisy) berfikir bahwasannya itu adalah suatu hal yang sangat mustahil terjadi, bukan hanya kaum Quraisy yang tidak percaya akan peristiwa itu akan tetapi umat Islam sendiri banyak yang belum paham dan meyakini akan kebenaran peristiwa tersebut, dan banyak dari umat Islam yang merasa keherananan akan peristiwa itu, hanya orang-orang yang memiliki keimanan yang kuat dalam dirinyalah yang sanggup untuk menerima dan meyakini bahwa peristiwa ini benar-benar terjadi pada diri rasulullah SAW.
Abu Bakar As-Sidiq-lah yang langsung bisa untuk mempercayai peristiwa ini, karena beliau (Abu Bakar As-Sidiq) memiliki keimanan yang sangat kuat dalam dirinya.
Banyak sekali pemahaman-pemahaman akan peristiwa ini, dua permasalahan yang ada dalam diri kaum Quraisy yang tidak pernah mempercayai perjalanan ini adalah:
1. Perjalanan Isra’ rasulullah SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa adalah dua tempat yang jaraknya sangat jauh, antara Mekkah dan Palestina seorang manusia harus menempuh 1000 Km pulang pergi satu malam. Padahal jarak tersebut biasa ditempuh dengan unta dalam jangka waktu 1 bulan, baru orang Arab dapat sampai di Palestina.
2.  Perjalanan Mi’raj rasululllah SAW yang menjadi permasalahan besar bagi kaum Quraisy, seorang manusia biasa dapat menembus tujuh langit dan kemudian dapat singgah di Sidratul Muntaha adalah suatu keanehan bagi kaum Quaraisy. Padahal jarak antara bumi dan langit tidak dapat diperkirakan jaraknya oleh manusia. Akan tetapi rasulullah SAW melakukan itu hanya dalam waktu yang sangat singkat.
Dari Permasalahan di atas inilah yang membuat kaum Quraisy tidak mempercayai akan peristiwa Isra’ Mi’raj rasulullah. Terlebih-lebih 1 permasalahan yang tidak pernah kaum Quraisy percayai adalah pertemuan rasululah dengan Allah SWT dan pada saat ini jugalah umat Islam bertanya-tanya akan kebenarannya. Padahal sudahlah sangat jelas firman Allah yang menjelaskan pertemuan diantara keduanya. Firman Allah dalam Al-Qur’an:


Artinya:” kemudian Dia mendekat (pada Muhammad) lalu bertambah dekat, sehingga jaraknya (sekitar) dua busur panah atau lebih dekat (lagi)”.Q.S. An-Najm: 8)[36]
 Keimananlah yang dibutuhkan untuk memahami peristiwa yang penuh dengan rahasia-rahasia dan keajaiban-keajaiban di dalamnya.
            Disinalah puncak i’tikad seseorang mukmin dan mukminah, kebebasan dalam menentukan i’tikadnya dalam memahami peristiwa yang sangat agung ini.

D.    Maksud dan Tujuan Isra’ Mi’raj
Adapun tujuan dari peristiwa Isra’ mi’raj adalah sebagai berikut:
1.      Sesungguhnya Allah telah memperlihatkan kepada rasul-Nya apa yang telah diserukan kepadanya.[37]
            Rasulullah diperintahkan untuk menyeru beriman kepada surga, maka beliau pun telah mengetahui keadaan surga. Beliau diperintahkan untuk menyeru manusia agar beriman kepada para rasul, maka beliau pun melihat mereka. Beliau diperintahkan untuk menyeru manusia agar beriman kepada malaikat, maka beliau pun melihat langsung pengaruh kekuasaan Allah.
            Oleh karena itu Allah SWT menyebutkan tujuan Isra’ Mi’raj dalam ayatnya surat Al-Isra’ ayat 1 “Linuriyahuu Min Aayatina” untuk kami perlihatkan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya.
            Kemudian tujuan ini dipertegas oleh surat An-Najm ayat 18 yang berbunyi:

Artinya:” Benar-benar ia telah melihat ayat-ayat Kami yang besar”.[38](Q.S. An-Najm: 18)
2.      Allah SWT hendak mempersiapkan babak baru bagi rasul-Nya dalam perjalanan dakwah.[39]
            Dari semua hal yang telah rasulullah lihat, lakukan, dan alami adalah bekal yang sangat besar bagi rasulullah untuk menyebarkan ajaran agama Allah. Dan bekal yang sangat kokoh juga bagi jiwa rasulullah SAW dalam menghadapi semua permasalahan yang lebih berat dibanding sebelumnya.
3.      Allah bermaksud menetapkan kondisi ketauhidan rasulullah SAW menjadi lebih prima.[40]
            Kondisi tauhid yang prima adalah suatu kondisi kejiwaan yang kokoh dan terfokus hanya kepada Allah SWT. Itulah sebabnya Allah berfirman dalam Al-Qur’an:


Artinya:” Adapun musibah yang terjadi itu semua dengan izin Allah. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Allah membimbing hatinya. Dan Allah atas segala sesuatu Maha Kuasa”. (Q.S. At-Taghabun: 11)[41]
            Penjelasan di atas dapat dipahami jika kita mengetahui dan memahami kondisi rasulullah SAW sebelum peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi. Keyakinannya untuk menatap masa depan karena beliau ditinggal oleh orang-orang yang sangat mendukungnya dalam dakwah Islamiyah.
            Akan tetapi ayat-ayat Allah yang disaksikan oleh Muhammad SAW dalam peristiwa Isra’ Mi’raj menyadarkan beliau, bahwasannya pertolongan yang sebenarnya telah datang kepada beliau.
            Setelah beliau ditinggal oleh Siti Khadijah, isteri beliau yang sangat beliau sayangi dan Siti Khadijah merupakan pendukung kejiwaan bagi beliau. Pendukung beliau ketika beliau sedang berada dalam masalah yang besar maupun kecil, penenang beliau dikala beliau sedang gelisah atas apa-apa yang menimpa dirinya.
            Kemudian kematian Abu Thalib pamannya beliau yang sangat menyayangi dirinya dan pendukung beliau dalam melawan orang Quraisy, walaupun Abu Thalib adalah seorang kafir Quraisy, akan tetapi karena beliau sangat menyayangi rasulullah, sehingga Abu Thalib selalu mendukung dakhwahnya dalam menyebarkan agama Islam.
            Dan pada saat inilah ketauhidan rasulullah goyah, karena beliau telah ditinggal oleh orang yang selalu mendukungnya dalam menyebarkan agama Islam. Dan melalui Isra’ Miraj-lah Allah memantapkan ketauhidan rasulullah. setelah perjalanan Isra Mi’raj hati rasulullah tidak goyah sedikit pun, karena beliau bena-benar melihat tanda-tanda kebesaran Allah SWT.
            Dan inilah tujuan Allah SWT yang telah memperjalankan kekasihnya (Muhammad SAW) dalam peristiwa Isra’ Mi’raj. Dan umat Islam khususnya dapat mengambil pelajaran yang sangat berarti dari kejadian ini.

E.     Hikmah Isra’ Mi’raj
Banyak hikmah yang tersirat dalam peristiwa ini, hikmah yang pertama adalah “pentingnya kesabaran[42] dalam hidup dan dakwah, inilah yang dialami rasulullah SAW sebelum dan sesudah melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj. Sebelumnya rasulullah telah ditinggal oleh paman yang selalu membantu beliau dalam menyebarkan ajaran agama Islam dan dalam berdakwah, kemudian rasulullah juga ditinggal oleh isterinya yang tercinta, yang mengakui kerasulannya untuk pertama kali, akan tetapi beliau tetap sabar dalam menjalankan roda kehidupannya, dan dari berbagai hinaan yang dilakukan oleh kaum Quraisy terhadap dirinya, beliau tetap sabar dan tabah akan hinaan yang dilontarkan kaum Quraisy terhadap dirinya. Jadi hikmah yang pertama dalam peristiwa ini adalah “pentingnya kesabaran” sabar berasal dari kata (                                                                            ) “Shabara – Shabura – Shabran – Shabaaratan”, yang memiliki arti “menanggung dan menahan sesuatu”.[43]
Rasulullah SAW mencoba untuk menahan dirinya dari semua fitnah yang menimpa dirinya. Setelah rasulullah SAW diperlihatkan kekuasaan Allah SWT, baik yang ghaib ataupun yang nyata, semua itu menimbulkan kesan yang sangat mendalam bagi diri rasulullah tentang keagungan-Nya. Dan dari peristiwa ini menimbulkan keyakinan pada diri rasulullah SAW bahwa sebesar apapun permasalahan yang telah ataupun yang akan datang dalam mengemban tugas sebagai nabi terakhir, Allah pasti menolongnya.
Kematian Siti Khadijah dan Abu Thalib serta kuatnya kaum Quraisy, semuanya itu tidak sebanding dengan kekuasaan Allah SWT. Jadi hikmah yang pertama dari peristiwa Isra’ Mi’raj adalah “pentingnya sabar".
Hikmah yang kedua dari peristiwa ini adalah “Menegakan Shalat[44] dan inilah inti dari perjalanan Isra’ Mi’raj ini, dimana rasulullah diperintahkan oleh Allah untuk melaksanakan shalat lima waktu dalam satu hari. Inilah tugas umat Islam setelah terjadinya peristiwa yang dialami rasulullah (Isra’ Mi’raj). Pada awalnya rasulullah menerima perintah shalat lima puluh waktu dalam satu hari, akan tetapi Nabi Musa As berkata kepada Nabi Muhammad SAW, bahwasannya umat Nabi Muhammad SAW tidak akan sanggup untuk melaksanakan shalat ima puluh waktu dalam satu hari, kemudian rasulullah kembali kepada Allah berkali-kali sehingga perintah shalat yang rasulullah dapatkan adalah lima waktu dalam satu hari.
Kemudian hikmah dari perjalanan Isra’ Mi’raj rasulullah SAW demikian tinggi dan mulia, sehingga akal tak mampu menjangkaunya, ia sangatlah dalam sehingga sulit untuk diraih. Ia juga sangat halus sehingga sulit utuk ditangkap oleh akal semata. Namun, meskipun hakikatnya tidak dapat dijangkau, keberadaannya dapat diketahui dengan kebenaran ayat-ayat Allah dalam Al-Qur’an Al-Karim.








       [18] Depag RI, Al-Qur’an Tarjamah dan Penjelasan Ayat Ahkam, Jakarta, Pena Pundi Aksara, 2002, hal. 283
       [19] M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Jakarta, Lentera Hati, 2002, hal.400
       [20] Syekh Muhammad, Matawwali Asy-Sya’rawi, Menyikap Misteri Isra’ dan  Mi’raj, Surabaya, Karya Utama, hal. 75
       [21] M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Jakarta, Lentera Hati, 2002, hal. 402
       [22] Depag RI, Al-Qur’an Tarjamah dan Penjelasan Ayat Ahkam, Jakarta, Pena Pundi Aksara, 2002, hal. 63
      [23] M. Quraisy Shihab, Tafsir Al- Mishbah, Jakarta, Lentera Hati, 2002, hal. 402
      [24] Syekh Muhammad Asy-Sya’rawi, Menyikap Misteri Isra’ dan Mi’raj, Surabaya, Karya Utama, hal. 97
       [25] M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Jakarta, Lentera Hati, 2002, hal. 405
       [26] M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Jakarta, Lentera Hati, 2002, hal. 404
       [27] Dr. Muhamad Soebari, M.A., Pelajaran Dari Isra’ Miraj Nabi, Jakarta, Khoirul Bayan, 2003, hal. 6
       [28] Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar, Singapore, Pustaka Nasional Pte Ltd, 2001, hal. 4002
       [29] Depag RI, Al-Qur’an Tarjamh dan Penjelasan Ayat Ahkam, Jakarta, Pena Pundi Aksara, 2002, hal. 569
       [30] Depag RI, Al-Qur’an Tarjamah dan Penjelasan Ayat Ahkam, Jakarta, Pena Pundi Aksara, 2002, hal. 527
      [31] Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar, Singapore, Pustaka Nasional Pte Ltd, 2001, hal. 4008
      [32] http://reocities/pentagon /quartes/1246/masa.html
       [33] Depag RI, Al-Qur’an Tarjamah dan Penjelasan Ayat Ahkam, Jakarta, Pena Pundi Aksara, 2002, hal. 5
       [34] http://www.strov.co.cc/20/0/05/Isra’-Mi’raj.html
       [35] Drs. Muhamad Soebari, M.A., Pelajaran dari Isra’ Mi’raj Nabi, Jakarta Selatan, Khaoirul Bayan, 2003
       [36] Depag RI, Al-Qur’an Tarjamah dan Penjelasan Ayat Ahkam, Jakarta, Pena Pundi Aksara, 2002, hal. 446
       [37] Drs. Muhamad Soebari, Pelajaran dari Isra’ Mi’raj Nabi, Jakarta Selatan, Khairul Bayan, 2003, hal. 32
       [38] Depag RI, Al-Qur’an Tarjamah dan Penjelasan Ayat Ahkam, Jakarta, Pena Pudi Aksara, 2002. hal. 527
       [39] Drs. Muhamad Soebari, M.A., Pelajaran dari Isra’ Mi’raj Nabi, Jakarta, Khairul Bayan, 2003, hal. 34
       [40] Ibid. hal 35
       [41] Depag RI, Al-Qur’an Tarjamah dan Penjelasan Ayat Ahkam, Jakarta, 2002, hal. 558
       [42] Drs. Muhamad Soebari, M.A., Pelajaran dari Isra’ Mi’raj Nabi, Jakarta, Khairul Bayan, 2003, hal. 55
       [43] Ahmad Hadi Yasin, Dahsyatnya Sabar, Jakarta Selatan, Qultum Media, 2008, hal. 11
       [44] Ibid, hal. 60


B.    Rahasia Peristiwa Isra’
Dalam perjalanan Isra’ banyak sekali kejadian-kejadian aneh yang rasulullah tidak mengerti, sehingga membuat beliau bertanya-tanya kepada Malaikat Jibril, peristiwa yang aneh yang dialami oleh rasulullah itu adalah ketika rasulullah SAW diminta untuk memilih susu dan arak, rasulullah kemudian memilih susu, kemudian Jibril pun berkata kepada beliau “sesungguhnya engkau telah kembali dalam fitrah”,[1] karena susu itu adalah susu yang belum tercampur oleh zat apapun, susu itu masih dalam keadaan murni, karena itulah Jibril mengatakan bahwasannya engkau kembali kepada fitrah.
Mengapa Malaikat Jibril mengatakan kepada rasulullah, bahwasannya engkau telah kembali kepada fitrah, karena pada dasarnya akal itulah yang dapat menerima semua kewajiban yang diperintahkan Allah kepada kita, dan minuman keras adalah sesuatu yang dapat menutup akal kita, dan kita tidak dapat menerima dan menjalankan perintah Allah dengan baik. Dan apabila minuman itu diminum oleh manusia, sesungguhnya itu membuat akal tidak berjalan dengan baik.
Dan inilah pelajaran yang rasulullah berikan untuk umat Islam, yakni agar selalu mensucikan akalnya.
Akal adalah merupakan nikmat yang terbesar dari Allah SWT yang diberikan kepada manusia, dan inilah yang membedakan kedudukan antara manusia dengan binatang. Karena binatang tidak memiliki akal, akan tetapi manusia memilikinya.
Kemudian rasulullah juga diperlihatkan oleh Allah suatu kejadian yang sangat aneh, dimana rasulullah diperlihatkan dengan orang yang sedang memakan bulatan-bulatan api,[1] setelah melihat kejadian ini, rasululah pun bertanya kepada Malaikat Jibril, siapakah mereka wahai Jibril? Jibril pun menjawab “mereka adalah perumpamaan umatmu yang suka memakan harta anak yatim”. Subhanallah inilah perumpamaan orang yang suka memakan harta anak yatim. Padahal Allah telah menjelaskan dalam firman-Nya tentang akibat dan perumpamaan orang yang memakan harta anak yatim, firman Allah dalam Al-Qur’an:


Artinya:”Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim”. (Q.S. Al-Ma’un: 1-2)[2]
            Jadi orang yang memakan harta anak yatim adalah orang yang mendustakan agama, dan balasan bagi orang yang suka memakan harta anak yatim adalah memakan bulatan-bulatan api. Dan inilah pelajaran bagi umat Islam khususnya, dimana kita harus menyayangi anak-anak yatim dan jangan pernah kita menghardik mereka.
            Kemudian rasulullah menjumpai suatu kaum yang bercocok tanam lalu mengetamnya pada hari itu juga, bahkan setelah diketam, tanaman itu tumbuh kembali, diketam lagi, tumbuh kembali dan ini terjadi berulang-ulang.[3] Setelah melihat kejadian ini rasululah pun bertanya kepada Malaikat Jibril, “wahai Jibril siapakah mereka? Malaikat Jibril pun menjawab” mereka adalah orang yang berjihad di jalan Allah”.
            Yang demikian itu adalah karena jihad itu merupakan wasilah yang menyampaikan petunjuk Allah kepada makhluk-Nya. Jihad fi sabilillah adalah berarti juga melapangkan jalan atau mengalirkan dakhwah yang datang dari Allah kepada manusia supaya mendapat petunjuk. Karena itulah balasan bagi mereka digambarkan dalam peristiwa Isra’ dengan tanaman yang diperoleh secara berlipat ganda.
            Mengapa mereka mendaptkan imbalan terus-menerus? Inilah hal yang menjadi pertanyaan bagi umat Islam khususnya, karena mereka telah berjuang di jalan Allah SWT demi membantu agama Allah, dan mereka mencurahkan harta dan tenaganya dengan tidak ada paksaan, semua yang mereka lakukan hanyalah bermodalkan keikhlasan. Sehingga layaklah baginya jika Allah SWT menggantikan apa-apa yang telah diperjuangkannya di jalan Allah SWT dengan imbalan yang terus-menerus.
Dan ini semua adalah balasan dari Allah SWT, karena Allah pasti akan membalas atas semua yang telah diperjungkan di jalan Allah SWT, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an:





Artinya:Katakanlah,”Sungguh, Tuhanku melapangkan rezeki dan membatasinya bagi siapa yang Dia kehendaki diantara hamba-hambanya.”Dan apa saja yang kamu infakkan, Allah akan menggantinya dan Dialah pemberi rezeki yang terbaik”. (Q.S. Saba’: 39)[4]
            Kemudian rasulullah juga diperlihatkan dengan perumpamaan dunia yang begitu indah bagaikan perhiasan, tetapi juga sesuatu yang melalaikan dan sebagai permainan, firman Allah dalam Al-Qur’an:




Artinya:”Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertempuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan disisi Allah-lah tempat kembali yang baik”.(Q.S. Al-‘Imran: 14)[5]

            Allah SWT mengumpamakan dunia yang penuh dengan keindahan ini dan bagaikan perhiasan yang begitu indah, dengan wanita yang tua renta yang memakai berbagai macam perhiasan,[6] setelah melihat kejadian ini rasulullah pun bertanya kepada malaikat Jibril, “wahai Jibril siapakah ia? Jibril pun menjawab: “ia adalah perumpamaan akan umur dunia yang sudah tersisa”.
            Dengan peristiwa ini seolah-olah rasulullah SAW berkata “tiada yang tersisa dari umur dunia ini kecuali seperti yang tersisa dari umur wanita ini”. Dan yang menjadi permasalahan adalah, mengapa manusia masih saja disibukan dengan perhiasan dunia dan kenikmatan dunia, dan banyak dari mereka yang tidak memikirkan akhirat.
Maka dari itu, ini adalah pelajaran bagi umat manusia agar menabung amal disisa umur dunia ini. Dan inilah pelajaran yang sangat agung bagi umat Islam, bahwasannya kehidupan di dunia ini hanyalah untuk menabung amal kebaikan.
Dalam ayat Al-Qur’an Allah juga memberikan perumpamaan yang berbeda kepada dunia, Allah berfirman dalam Al-Qur’an:






Artinya:”Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”.(Q.S. Al-Hadid: 20)[7]

            Sungguh dunia ini adalah permainan dan kehidupannya adalah suatu kelalaian bagi manusia, akan tetapi itu semua tergantung kepada diri kita sendiri, apakah kita menggunakan kehidupan kita disisa dunia ini dengan kebaikan, ataukah dengan keburukan. Dan perumpamaan yang rasulullah dapatkan dari perjalanan Isra’ Mi’raj dengan wanita tua yang memakai berbagai macam perhiasan, dan ini adalah perumpamaan sisa umur dunia, akan tetapi dalam ayat ini Allah mengumpamakan dunia yang indah akan tetapi melalaiakan dengan tanaman padi yang telah tersirami air hujan dan membuat bangga para petani, dan menjadikan padi itu menguning, akan tetapi ketika padi itu hendak panen, padi itu hancur dan tidak memberikan hasil yang bagus. Inilah perumpamaan dunia yang penuh dengan kesenangan, akan tetapi kesenangan itu hanyalah suatu kebohongan yang nyata bagi manusia yang menyadarinya.
            Kemudian rasululah juga diperlihatkan oleh Allah SWT kepada pemandangan yang lain lagi, yaitu orang-orang yang menggunting bibir dan lidahnya sendiri. Setelah melihat kejadian itu, rasulullah pun bertanya kembali kepada Malaikat Jibril. “wahai Jibril siapakah mereka? Jibril pun menjawab pertanyaan rasulullah tersebut, “sesungguhnya mereka adalah umat mu yang selalu menyebarkan fitnah dan tidak pernah melakukan apa-apa yang telah ia sampaikan kepada seluruh umat manusia, dan lisannya lebih manis dari pada madu, akan tetapi perbuatannya selalu menjengkelkan hati orang lain.
            Padahal Allah SWT telah berfirman dalam Al-Qur’an, bahwasannya orang yang paling dibenci oleh Allah SWT adalah orang yang tidak melakukan atas apa-apa yang telah ia sampaikan kepada orang lain, firman Allah dalam Al-Qur’an:


Artinya:”Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (itu) sangatlah dibenci disisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang kamu kerjakan.(Q.S. As-Saff: 2-3)[8]
            Inilah rahasia yang tersirat dalam peristiwa Isra’ rasulullah, banyak hal yang tidak rasulullah mengerti, dan membuatnya bertanya-tanya kepada Malaikat Jibril. Sungguh ini semua adalah kehendak Allah SWT dengan apa-apa yang Dia kehendaki. Tidak ada yang tidak mungkin bagi-Nya, semua apa-apa yang Dia inginkan bisa terjadi dengan hanya menyebutkan “Kun Fayakun”. Jadilah maka jadi.


B.     Rahasia Dibalik Peristiwa Mi’raj
Disinilah banyak peristiwa yang belum diketahui oleh kebanyakan manusia, khususnya umat Islam. Pada saat Mi’raj rasulullah melihat dan bertemu dengan nabi-nabi sebelum beliau dan beliau pun melihat Malaikat Jibril dengan wujud yang aslinya, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an menjelaskan tentang penglihatan rasulullah yang tidak berpaling sama sekali, firman Allah dalam Al-Qur’an:


Artinya:”(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak menyimpang dari yang dilihatnya itu dan tidak pula melampauinya”.( Q.S. An-Najm: 16-17)[9]
Sungguh jelas firman Allah yang menjelaskan bahwasannya Nabi Muhammad SAW telah melihat  Malaikat Jibril dengan wujud aslinya. Ini adalah kehendak Allah dan kekuasaan Allah untuk memperlihatkan Jibril dengan wujud aslinya. Dan inilah rahasia yang besar yang terjadi dalam peristiwa Mi’raj.
            Rahasia dalam peristiwa Mi’raj rasulullah telah terangkum dalam hadits rasulullah yang menjelaskan bahwa setiap penjaga langit sangat menghormati, memuliakan, dan merasa senang dengan kedatangannya (Nabi Muhammad SAW). Dan beliau bertemu dengan nabi-nabi sebelumnya di setiap tangga langit, dan pertemuan rasulullah dengan nabi-nabi sebelum beliau memiliki makna tersendiri.
            Imam Bukhori mengatakan di dalam kitab shahihnya: Babul Mi’raj, telah diceritakan kepada kami oleh Hadibah Ibnu Khalid (katanya): telah diceritakan kepada kami Hammam bin Yahya (katanya): telah diceritakan kepada kami dari Qatadah dari Anas bin Malik dari Malik bin Sha’sha’ah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya:
 ”Ketika aku sedang berada di Hathim dan ada pula beliau berkata: di Hijir sedang berbaring, tiba-tiba aku didatangi oleh seseorang, lalu ia memotong.” Berkata Qatadah, “aku mendengar Anas berkata,”lalu ia (pendatang) itu membelah diantara ini dan ini.”Aku bertanya kepada Jarud, (yang berada disampingku)”apakah yang dimaksud dengan itu?”ia menjawab,”dari bawah lehernya sampai ke bulu ari-arinya. “Sabda Nabi,”lalu orang itu mengeluarkan hatiku. Kemudian aku dibawakan sebuah bejana dari emas berisi iman. Lalu dicucilah hatiku, lantas diisi kemudian dikembalikan. Kemudian didatangkan seekor binatang yang tubuhnya lebih kecil dari pada Baghal dan lebih besar daripada Himar (Keledai), putih rupanya”. Lalu Jarud berkata kepadanya: itu ialah Buraq, ya Aba Hamzah”. Anas berkata: “ya, binatang itu sekali melangkah sejauh mata memandang”. Lalu aku (kata Nabi Muhammad SAW) dinaikan keatasnya. Kemudian Jibril membawa aku sampai ke langit dunia (pertama), lantas ia minta dibukakan, Penjaga langit itu bertanya “siapakah ini? Jawab Jibril “Jibril” dia bertanya lagi “siapa yang bersama mu? Jibril menjawab “Muhammad”. penjaga itu bertanya lagi “apakah ia telah dipangil untuk menghadap? Jibril menjawab “ya” maka diucapkan oleh penjaga itu kata sambutan “selamat datang baginya, sebaik-baik orang yang datang telah datang”. Lalu penjaga itu membuka pintu itu, maka disana terdapat Adam As, maka Jibril berkata”ini ayahmu Adam”. Sampaikan salam kepadanya, lalu aku mengucapkan salam kepadanya, lalu ia menjawab salam ku, lantas berkata “selamat datang anak yang shalih dan Nabi yang shalih. Kemudian Jibril bersamaku naik ke langit kedua dan jibril pun meminta agar langit itu dibuka. Penjaga langit itu bertanya “siapakah ini? Jawab Jibril “Jibril” dia bertanya lagi “siapa yang bersama mu? Jibril menjawab “Muhammad”. penjaga itu bertanya lagi “apakah ia telah dipangil untuk menghadap? Jibril menjawab “ya” lalu disambut dengan ucapan “selamat datang sebaik-baik orang yang datang. Lalu penjaga itu membuka langit. Maka ketika aku melalui langit itu aku melihat Yahya As dan Isa As, mereka berdua ini anak laki misanan dari pihak bibi mereka. Jibril berkata “ ini Yahya dan Isa, maka berilah salam kepadanya, maka aku pun mengucapkan salam kepada keduanya dan mereka pun membalas salamku, lalu mereka berkata “selamat datang bagi saudara yang shaleh dan Nabi yang shalih”. Kemudian Jibril naik membawaku ke langit ketiga, lalu ia meminta langit itu dibuka.
Ia ditanya oleh penjaga itu “siapakah ini? Jawab Jibril “Jibril” dia bertanya lagi “siapa yang bersama mu? Jibril menjawab “Muhammad”. penjaga itu bertanya lagi “apakah ia telah dipangil untuk menghadap? Jibril menjawab “ya, benar” lalu penjaga itu berkata “selamat datang sebaik-baik orang yang datang”. Maka ketika aku telah melewati langit itu, terdapat Yusuf As. Jibril berkata “ ini Yusuf sampaikanlah salam kepadanya.
Aku pun mengucapkan salam kepadanya, lalu ia menjawab salamku. Kemudian ia berkata “ selamat datang bagi saudaraku yang shaleh dan Nabi yang shalih”. Kemudian naiklah Jibril denganku sampai ke langit kempat.
Maka ia mohon dibuka langit itu. Kemudian Jibril ditanya “siapakah ini? Jawab Jibril “Jibril” dia bertanya lagi “siapa yang bersama mu? Jibril menjawab “Muhammad”. penjaga itu bertanya lagi “apakah ia telah dipangil untuk menghadap? Jibril menjawab “ya”. Berkatalah penjaga itu “selamat datang, berbahagialah orang yang datang. Setelah aku melalui langit itu, maka kelihatanlah Idris As, sampaikanlah salam kepadanya. Maka aku pun memberikan salam kepadanya, dan ia pun mejawab “selamat datang saudara yang shalih dan nabi yang shalih”. Kemudian naiklah Jibril bersamaku ke langit kelima, lalu ia minta langit itu dibuka.
Ia ditanya pula oleh penjaga langit itu “siapakah ini? Jawab Jibril “Jibril” dia bertanya lagi “siapa yang bersama mu? Jibril menjawab “Muhammad”. penjaga itu bertanya lagi “apakah ia telah dipangil untuk menghadap? Jibril menjawab “ya”. Maka penjaga itu pun mengucapkan “selamat datang, sebaik-baik yang datang”.
Maka setelah aku lalui langit itu, aku lihat Harun As, maka Jibril berkata “ucapkanlah salam kepadanya, maka aku ucapkan salam kepadanya dan dijawab olehnya, lalu ia berkata “selamat datang saudara yang shalih dan Nabi yang shalih. Kemudian naiklah Jibril bersamaku hingga langit keenam. Lalu ia meminta langit itu dibuka. Penjaga itu bertanya “siapakah ini? Jawab Jibril “Jibril” dia bertanya lagi “siapa yang bersama mu? Jibril menjawab “Muhammad”. penjaga itu bertanya lagi “apakah ia telah dipangil untuk menghadap? Jibril menjawab “ya”. Penjaga itu berkata “selamat datang sebaik-baik yang datang”. Maka setelah aku lalui langit itu, disana ada Musa As, maka ucapkanlah salam kepadanya.
Aku pun mengucapkan salam kepadanya dan ia jawab salamku itu lalu berkata “selamat datang saudarku yang shalih dan Nabi yang shalih. Tatkala aku melanjutkan prejalanan ia menangis, lalu ia ditanya “ mengapa engkau menangis?” ia menjawab, aku menangis seorang muda diutus sesudahku dan dari umatnya lebih banyak masuk surga dari pada umatku. Kemudian Jibril membawaku ke langit ketujuh, Jibril pun meminta langit itu dibuka, kemudian ia ditanya “siapakah ini? Jawab Jibril “Jibril” dia bertanya lagi “siapa yang bersama mu? Jibril menjawab “Muhammad”. penjaga itu bertanya lagi “apakah ia telah dipangil untuk menghadap? Jibril menjawab “ya”. Penjaga itu berkata selamat datang baginya, sebaik-baik orang yang datang”.
Maka ketika aku melalui langit itu aku melihat Ibrahim As. Jibril berkata “ini ayahmu, maka berikan salam kepadanya, aku pun mengucapkan salam kepadanya, ia menjawab salamku lalu berkata,”selamat datang anak yang shalih dan Nabi yang shalih. Kemudian diperlihatkan kepadaku “Sidartul Muntaha” yang buahnya seperti labu Hajar dan daunnya seperti telinga-telinga gajah. Jibril berkata “ini Sidratul Muntaha”. Terdapatlah di situ empat sungai, dua sungai di dalam dan dua sungai nampak di luar. Maka aku bertanya kepada Jibril “apa keduanya ini wahai Jibril ? Jibril pun menjawab “dua sungai yang terbit di dalam itu, dua sungai yang di surga, dua sungai yang terbit diluar itu ialah sunagi Nil dan sungai Furat. Kemudian diperlihatkan kepadaku Baitul Ma’mur.
Kemudian didatangkan kepadaku sebuah bejana berisi madu, lalu aku mengambil bejana yang berisi susu maka Jibril berkata “inilah kesucian yang engkau dan umatmu berada di atasnya”. Kemudian diwajibkan atasku shalat lima puluh kali setiap hari. Musa berkata “sesungguhnya umatmu tidak sanggup melakukan lima puluh kali shalat setiap harinya, dan sesungguhnya aku demi Allah, telah mencoba manusia sebelum engkau dan aku pernah merawat Bani Israil dengan perawatan yang betul-betul, maka dari itu kembalilah kepada tuhanmu dan mohonlah dari pada-Nya keringanan untuk umatmu, lalu aku kembali, kemudian Dia memberikan keringanan sepuluh. Kemudian aku kembali kepada Musa, lalu ia berkata lagi seperti tadi. Maka aku pun kembali menghadap kepada Allah, lalu dikurangkan sepuluh lagi, aku kembali kepada Musa, dan ia pun berkata seperti semula. Maka aku kembali kepada Allah, lalu diperintahkan atasku sepuluh kali shalat setiap hari. Kembali lagi aku kepada Musa dan ia berkata seperti perkataannya semula. Lalu aku kembali menghadap kepada Allah, maka diperintahkan kepadaku lima kali shalat setiap hari. Aku kembali kepada Musa, lalu ia bertanya “apakah yang diperintahkan kepadamu? Aku menjawab “aku diperintahkan melakukan lima kali shalat dalam seharinya. Musa berkata “sesungguhnya umatmu tidak sanggup melakukan lima kali shalat setiap hari. Sesungguhnya aku telah mencoba manusia sebelum engkau dan aku telah merawat Bani Israil dengan perawatan yang sebenar-benarnya, maka kebalilah kepada tuhanmu dan mintalah keringanan untuk umatmu. Nabi menjawab “aku telah memohon kepada Tuhanku hingga aku merasa malu, maka aku menerima dan menyerah. Di saat itu aku kembali, ada seorang penyeru menyeru kepadaku “aku telah meluluskan fardhuku dan telah meringankan kepada hamba-hambaku”.[10]
 
Inilah hadits yang menjelaskan bahwasannya Nabi Muhammad SAW sangat dihargai dan dihormati oleh setiap penjaga langit, dan mereka sangat senang dengan datangnya rasululah, dan di setiap langit, rasulullah bertemu dengan para nabi sebelum beliau. Inilah rahasia yang terkandung dalam peristiwa Mi’raj rasulullah SAW. Sungguh mulia Nabi Muhammad SAW, beliau dapat bertemu dengan nabi-nabi sebelum beliau, padahal ini adalah suatu hal yang mustahil, bagaimana bisa Nabi Muhammad SAW yang masih hidup dapat bertemu dengan nabi-nabi sebelum beliau yang sudah meninggal jauh sebelum beliau terlahir ke dunia. Tetapi inilah kekuasaan Allah yang Maha Agung lagi Maha Mengetahui atas segala sesuatu yang Dia kehendaki.
Pertemuan Nabi Muhammad SAW dengan para nabi terdahulu mempunyai maksud tertentu, di langit pertama rasulullah SAW bertemu dengan Nabi Adam As, ini bermaksud agar Nabi Muhammad SAW mengetahui ayahnya, karena Adam As adalah manusia yang pertama kali di ciptakan oleh Allah.
Kemudian di langit kedua rasulullah SAW bertemu dengan Nabi Musa As, ini disebabkan karena Nabi Musa As memiliki pengalaman dalam menghadapi penguasa negerinya yang tiran, yaitu Fir’aun. Dan dari pertemuan ini rasulullah mendapatkan pelajaran yang sangat besar untuk membuat strategi dakwah di negeri yang penuh dengan kedzaliman.
Kemudian pertemuan rasulullah SAW dengan Nabi Harun As, ini disebabkan karena Nabi Harun As memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik. Di saat inilah Nabi Muhammad SAW mendapatkan ilmu untuk berbicara dengan baik dan berkomunikasi dengan baik.
Kemudia Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Yahya As, ini disebabkan karena Nabi Yahya As mempunyai pengalaman dalam menghadapi Raja Romawi, dari pertemuan ini rasulullah Saw mendapatkan cara yang baik untuk melawan Raja Romawi maupun Persia.
Pertemuan Nabi Muhammad SAW dengan Nabi Isa As, ini dikarenakan Nabi Isa As memiliki pengalaman dari umatnya sendiri yang mengkhianati dirinya, rasulullah pun mengambil ilmu yang telah dialami Nabi Isa As tersebut.
Pertemuan Nabi Muhammad SAW dengan Nabi Yusuf As, disebabkan Nabi Yusuf As memiliki kemampun untuk mengelola keuangan Negara. Ilmu yang sangat besar yang diambil rasulullah SAW dari pertemuannya dengan Nabi Yusuf As.
Pertemuan Nabi Muhammad SAW dengan Nabi Idris As, disebabkan karena Nabi Idris As adalah seorang cendikiawan, maka dari itu rasulullah SAW mendapatkan ilmu yang sangat bermanfaat setelah pertemuannya dengan Nabi Idris As.
Dan terakhir di langit ke-tujuh rasulullah SAW bertemu dengan Nabi Ibrahim, pertemuan ini disebabkan karena Nabi Ibrahim As adalah “Bapak Tauhid[11]


       [1] Syekh Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi, Menyikap Misteri Isra’ dan Mi’raj, Surabaya, Karya Utama, hal. 134 
       [2] Depag RI, Al-Qur’an Tarjamah dan Penjelasan Ayat Ahkam, Jakarta, Pena Pundi Aksara, 2002, hal. 603

       [3] Syekh Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi, Menyikap Misteri Isra’ dan Mi’raj, Surabaya, Karya Utama, hal. 139
       [4] Depag RI, Al-Qur’an Tarjamah dan Penjelasan Ayat Ahkam, Jakarta, Pena Pundi Aksara, 2002, hal. 433
       [5] Ibid, hal. 53
       [6] Syekh Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi, Menyikap Misteri Isra’ dan Mi’raj, Surabaya, Karya Utama, hal. 143
       [7]Depag RI, Al-Qur’an Tarjamah dan Penjelasan Ayat Ahkam, Jakarta, Pena Pundi Aksara, 2002, hal. 
       [8] Ibid, hal. 552
       [9] Depag RI, Al-Qur’an Tarjamah dan Penjelasan Ayat Ahkam, Jakarta, Pena Pundi Aksara, 2002, hal. 527
       [10] Syekh Muhammad Matawali Asy-Sya’rawi, Menyikap Misteri Isra’ dan Mi’raj, Surabaya, Karya Utama, hal. 25  
       [11]Drs. Muahamad Soebari, Pelajaran dari Isra Mi’raj Nabi, Jakarta, Khaoirul Bayan, 2003, hal. 49


       [1] Syekh Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi, Menyikap Misteri Isra’ dan Mi’raj, Surabaya, Karya Utama, hal. 125