ISRA’ MI’RAJ MENURUT AL-QUR’AN
A. Pengertian Isra’ Mi’raj
Ayat
ini diawali dengan menyebutkan mukjizat yang agung tentang Isra’ dan Mi’raj,
yang dimiliki oleh rasulullah Muhammad bin Abdullah. Peristiwa Isra’ dan Mi’raj
merupakan mukjizat terbesar yang ditampilkan Al-Qur’an dalam kitabnya yang
abadi, dengan huruf cahaya yang disusun agar dapat menjadi penerang yang abadi,
yang senantiasa dibaca sepanjang masa, yang menunujukan tingginya kedudukan dan
derajat Muhammad disisi Allah. Karena tidak ada seorangpun dari anak keturunan
manusia yang mendapatkan kehormatan semacam ini selain nabi dari bangsa Arab
keturunan Bani Hasyim itu, yang diberi kekhususan oleh Allah dengan menuju
perjalanan Al-Quds untuk bermunajat, dan dijalankan dari tanah haram menuju Masjid
Al-Aqso, untuk menunujukan kepadanya tanda-tanda kebesaran-Nya yang besar, agar
dia bisa bertemu dengan para nabi dan rasul.
Dan
sebelum mengetahui makna Isra’ Mi’raj, alangkah baiknya kita memahami dan mengkaji
firman Allah SWT surat
Al-Isra’ ayat 1:
Dalam
ayat ini banyak dari rahasia-rahasia yang terkandung didalamnya, karena dimulai
dengan kata “Subhana” ( ) yang artinya Maha
Suci, kata “Subhana” diambil dari
kata “Sabaha” ( ) yang pada mulanya berarti
“Menjauh”. Seseorang yang berenang dilukiskan dengan menggunakan akar kata yang
sama, karena pada hakikatnya dengan berenang ia menjauh dari posisinya semula.
“Bertasbih” dalam pengertian agama
berarti “menjauhkan Allah dari segala
sifat kekurangan dan kejelekan”.[19] Kata “Subhana”
biasanya digunakan untuk menunjukan keajaiban terhadap sesuatu. Karena tidak
ada sesuatu yang mengherankan sebelumnya, maka ia isyaratkan apa yang disebut
sesudahnya yaitu peristiwa Isra’ Nabi Muhammad SAW. Ini adalah suatu peristiwa
yang menakjubkan dan mengherankan bagi manusia biasa seperti kita, karena
terjadinya sangat diluar kebiasaan yang selama ini dikenal manusia.
Dan kata “Subhana” akan memberikan pengertian dalam hati seseorang bahwa
disana ada kekuatan yang jauh melampaui segala kekuatan manusia di muka bumi
ini. Maka dari itu makna dari kata Subhana
adalah bahwa Allah itu Maha Suci Dzat-Nya.
Dan setiap awal ayat yang diawali dengan kata ini banyak tersirat
keajaiban-keajaiban dan keheranan-keheranan yang nyata.
Benar sekali pada kenyataannya
peristiwa ini menimbulkan suatu keheranan dan keajaiban yang melampaui fikiran
manusia dan tidak bisa dipahami dengan fikiran kosong, akan tetapi dalam
memahami peristiwa yang mulia ini sangat dibutuhkan sekali keimanan.
Kemudian dalam kata “bia’adihi” ( ) mengapa Allah yang Maha Agung menyebutkan dengan
sebutan “bia’bdihi” bukan dengan “birasulihi”, “bimuhammadihi”, inilah
yang menjadi masalah, jawabannya adalah karena peristiwa Isra’ Mi’raj tidak
hanya untuk rasulullah dan umat Islam saja, akan tetapi seluruh agama datang
dan harus memahami peristiwa yang agung ini.
Disamping
itu kata ”bia’bdihi” ini dipakai untuk memberikan jawaban kepada
orang yang berpendapat bahwasannya peristiwa Isra’ itu hanya dilakukan oleh
ruhnya rasulullah saja, akan tetapi kata ini mempunyai arti hamba, berarti kata
Abd itu mempunyai arti (hamba), dan
kata Abd tidak hanya untuk ruh atau
atau jasadnya saja, akan tetapi ruh dan jasad rasulullah yang melaksanakan
peristiwa Isra’ Mi’raj.[20]
Dan hamba adalah orang yang lemah yang tidak mempunyai daya atau upaya untuk
melakukan sesuatu, dari sini kita dapat mengambil intisari bahwasannya
perjalanan rasulullah SAW bukan keinginan beliau, akan tetapi ini semua
kehendak Allah SWT. Dan bukan hanya ruh Muhammad saja, akan tetapi jasadnya
juga ikut dalam perjalanan dan peristiwa ini.
Kemudian
kata Lailan ( ) yang berarti malam, sepintas
terlihat tidak diperlukan lagi setelah kata Asra
yang telah mempunyai arti berjalan pada waktu malam, untuk menggunakan kata
Lailan, karena pada dasarnya Asra adalah bejalan di waktu malam.
Sementara ulama menjadikan kata ini mengandung makna sedikit, sehingga dapat
dipahami bahwa perjalanan malam yang menurut suatu riwayat berlangsung
sedemikian singkat, maka setelah kembali, beliau masih menemukan kehangatan
pembaringan, walaupun beliau telah melakukan perjalanan yang demikian jauh.
Sayid Qutub memperoleh kesan dari kata malam di atas sebagai tujuan memberi
gambaran tentang ketenangan malam dan ketenangan jiwa yang dipenuhi oleh gerakan
yang lemah lembut yang berurutan dari peristiwa tersebut.[21]
Kemudian
setelah kata Subhana, bia’bdihi dan lailan, sekarang kita akan membahas kata ( )
“Minal Masjidil Haram ilal Masjidil Aqsa”
atau dari Mekkah Al-Mukarramah ke Baitul Muqaddas. Dinamakan Aqsa karena
jauhnya tempat itu dari Masjidil Haram. Tujuannya dari perjalanan itu adalah
untuk memuliakan rasulullah dan memberkahinya dan agar Muhammad melihat
tanda-tanda kebesarannya yang menakjubkan dan kami perlihatkan kepadanya
malaikat langit dan bumi, dan Kami memperlihatkan kepadanya keindahan akan
kebesaran Kami. Dan apa yang menyebabkan perjalanan ini melalui Masjidil Haram
ke Masjidil Aqsa? ini yang menjadi pertanyaan bagi umat Islam khususnya, dan
apa keistimewaan dari Masjid ini, Masjidil Haram adalah tempat peribadatan
pertama yang pertama kali dibangun untuk manusia, dan Masjidil Haram ini adalah
petunjuk bagi manusia, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an:
Artinya:”Sesunguhnya
rumah ibadah yang pertama kali dibangun untuk manusia ialah (Baitullah) yang
ada di Mekkah yang menjadi petunjuk bagi seluruh Alam”. (Q.S. Al-Imran: 96)[22]
Kata
“Haram” yang makna dasarnya adalah
yang dihormati, maka dari sini Masjidil Haram yang agung dan dihormati,
rasulullah SAW diberangkatkan oleh Allah SWT untuk melakukan perjalanan Isra’
Mi’raj.[23]
Karena keagungan Masjidil Haram inilah Allah memberangkatkan Nabi Muhammad SAW
untuk melakukan perjalana Isra’ Mi’raj dimulai dari Masjidil Haram.
Kemudian
Masjidil Aqsa ( )
makna dari kata ini adalah “yang terjauh”,
ini adalah tempat persiapan rasulullah SAW untuk melakukan Mi’raj, dan Masjidil
Aqsa adalah sebagai tempat suci dan sebagai tempat kegiatan Nabi Musa As, Nabi
Isa As, dan Nabi-nabi bani Israil.[24]
Sedangkan Nabi Muhammad SAW diutus untuk seluruh umat manusia, bukan untuk
orang Arab saja sebagaiman mereka (Nabi Musa As, Nabi Isa As, Nabi-nabi Bani
Israil) diutus untuk umat mereka masing-masing, dari peristiwa ini diawali dari
masjidil Haram kemudian ke Masjidil Aqsa itu seolah-olah menyatakan bahwasannya
Nabi Muhammad SAW diutus bukan hanya untuk umat Islam saja, akan tetapi untuk
semua umat manusia.
Kemudian
kata ( ) baarakna
yang mempunyai arti kami berkati[25]
dan kata ini berasal dari kata ( ) Barakah yakni kebajikan dan keberkahan.
Kemudian
kata ( ) haulahu
yang mempunyai arti sekitarnya, inilah
bukti bahwasannya Allah telah memberkati sekitar peristiwa Isra’ Mi’raj.
Kemudian
dalam penutup ayat ini ( )
Innahu Huwassami’ul Bashir sesungguhnya
Dia adalah Maha Melihat dan Maha Mendengar, ada juga yang memahaminya sebagai
menunujuk kepada Nabi Muhammad SAW. Dan ayat di atas menyebutkan awal
perjalanan Isra’, dan akhirnya yakni antara dua masjid. Hal tersebut kiranya
untuk memberikan isyarat bahwa perjalanan hidup manusia menuju Allah SWT,
hendaknya bermula dari masjid yakni kepatuhan kepada Allah dan berakhir pula
pada masjid, yakni kepatuhan kepadanya.
Dari
ayat ini apabila kita membacanya dengan renungan mendalam, memang jarang biasa
terjadi. Tetapi tidak mustahil bagi Allah SWT Yang Maha Suci dan Maha Agung,
terhadap hamba-Nya yang telah dipilih-Nya sebagai kekasih-Nya.
Dan
makna dari Isra’ Mi’raj itu sendiri adalah kata Asra’ ( ) serupa dengan kata ( )
Saraa yakni perjalanan malam, kedua
kata tersebut tidak membutuhkan objek atau dalam istilah bahasa disebut Intransitive atau lazim.[26]
Dan kata Asra’ adalah memperjalankan, dalam hal ini bukanlah kemauan
Muhammad untuk melakukan perjalanan Isra Mi’raj ini. Akan tetapi ini adalah
kemauan Allah SWT yang akan memperlihatkan kepadanya kekuasaan dan kebesaran
yang dimiliki-Nya. Nabi Muhammad SAW sebagai manusia biasa bisa untuk berjalan,
akan tetapi mungkinkah Nabi Muhammad SAW dapat menjalankan perjalanan ini,
mungkin kalau Nabi Muhammad SAW pergi ke Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa Nabi
Muhammad SAW dapat melakukannya, akan tetapi dalam waktu yang cukup singkat
akankah Nabi Muhammad SAW bisa untuk melakukan perjalanan ini, dan mungkinkah
Nabi Muhammad SAW bisa untuk melakukan perjalanan Mi’raj? yang jaraknya tidak
dapat dihitung oleh manusia, dan peristiwa itu hanya dilakukan dalam jangka
waktu yang sangat singkat.
Imam
Dr. Raghib Al-Ishfani menjelaskan bahwa kata Isra’ menurut bahasa (lughat) adalah berasal dari kata “Asra’” yang mempunyai makna
memperjalankan. Ulama lain mengatakan, kata “Isra’ “diambil dari kata “Assurah”
yang berarti “Ardhun Waasi’un“ yang
berarti alam yang luas.[27]
Dari
berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa makna Isra’ secara terminologi
adalah berjalan di waktu malam (Travel by
Night, to Depart by night). Dan yang menjadi masalah adalah apakah
rasulullah SAW melakukan perisriwa Isra’ dalam keadaan sadar ataukah beliau
diperjalankan oleh Allah dalam keadaan tidak sadar? Al-Qadhi ‘Iyyadh pengarang
kitab “As-sifa” menerangkan dalam kitab itu bahwasannya salaf dan ulama berbeda
pendapat pula tentang Isra’ itu, dengan rohnya saja ataukah sekaligus roh dan
jasadnya. Segolongan menyatakan pendapat bahwa peristiwa Isra’ itu terjadi
dengan roh, dan kejadian itu adalah semacam mimpi sedang tidur, dengan catatan
bahwa mereka semuanya sependapat bahwa mimpi nabi-nabi adalah mimpi yang benar
dan bahkan wahyu. Inilah pendapat Mu’awiyah bin Abu Sufyan.[28]
Akan tetapi ada juga yang berpendapat bahwasannya perjalanan Isra’ Nabi
Muhammad SAW adalah dalam keadaan sadar.
Dan
makna dari kata Mi’raj, Mi’raj berasal dari kata “ Araja” yang berarti “Dzahaba
Fii Shu’udin“ yang berarti “Berpergian
dengan menaiki sesuatu“, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an:
Artinya:”Para
Malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari setara dengan lima puluh tahun manusia”
(Q.S. Al-Ma’arij: 4)[29]
Dari kata Ta’ruju ( ) ini adalah kata dari A’raja yang memiliki arti naik, oleh
karena itu secara etimologi makna Mi’raj adalah “As-Sulam” ( ) atau “Al-ash’ad”
atau tangga (Stairs, Ladder),
dengan demikian makna Mi’raj dalam terminologi adalah perjalanan Nabi Muhammad
SAW bersama Malaikat Jibril dari Masjidil Aqsa ke Sidratul Muntaha dengan cara
menaiki dari satu tangga ke tangga berikutnya sampai ke Sidratul Muntaha.
Banyak dari manusia yang menanyakan
akan kebenaran peristiwa Mi’raj rasulullah SAW ini, akan tetapi dengan inilah
rasulullah SAW telah memberikan tauladan yang baik dan sangat tinggi bagi
setiap orang yang merasa dirinya terpanggil untuk melakukan suatu dakwah dalam
keberanian menyatakan kebenaran, dengan tidak memperdulikan diterima atau
ditolak oleh banyak orang. Dan pada dasarnya ketika apa yang kita sampaikan itu
dalam kebenaran janganlah takut untuk menyampaikan dakwah tersebut. Inilah
pelajaran yang diberikan rasulullah setelah beliau melaksanakan peristiwa ini.
Dan umat Islam khususnya harus mengetahui dan meyakini bahwasannya ini
benar-benar terjadi pada diri rasulullah. Karena ini dijelaskan dalam
Al-Qur’an, bahwasannya Nabi Muhammad SAW tidak sama sekali berbohong dengan apa
yang telah ia lihat dengan dalam keadaan sadar, firman Allah dalam Al-Qur’an:
Artinya: “Hatinya tidak
mendustakan apa yang telah dilihatnya maka apakah kamu (Musyrikin Mekkah)
hendak membantahnya tentang apa yang dilihatnya itu? Dan sungguh dia (Muhammad)
melihatnya (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain yaitu di Sidratul
Muntaha”. (Q.S. An-Najm: 11-14)[30]
Ayat
ini menjelaskan benar bahwa Nabi Muhammad SAW telah sampai pada Sidratul
Muntaha, yang lebih tinggi dari langit.
Dan
dari makna Isra’ Mi’raj dapat disimpukan bahwa perjalanan Isra’ adalah perjalanan
yang semua manusia bisa melakukannya, dan perjalanan Mi’raj dari Masjidil Aqsa
sampai ke langit ketujuh disebut dengan alam Malakut, yang hanya malaikat yang bisa melakukan perjalanan ini.
Kemudian Mi’raj Nabi dari langit ketujuh sampai ke Sidratul Muntaha adalah
perjalanan alam Lahud (ketuhanan).
Inilah tiga perjalanan rasulullah SAW yang ditempuh dalam jangka waktu yang
sangat singkat, itu semua kehendak Allah SWT. Dan jarak antara Isra dan Mi’raj
tidaklah terlalu jauh, dan tidak pula berubah tabi’at kejadian ini, bahwasannya
ini adalah “Kasyaf” (pembukaan
rahasia) dan tajalli bagi rasulullah.[31]
Orang yang mengerti bahwa kejadian tersebut berkat kudratullah dan tabiat
kenabian, tidak akan memandang ganjil hal-ihwal seperti ini.
B. Pengertian Buraq dan
Sidratul Muntaha
Menurut
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Annas, rasulullah SAW menjelaskan bahwa
Buraq itu adalah Dabbah, yang menurut penafsiran bahasa Arab adalah suatu
makhluk hidup berjasad, bisa laki-laki bisa juga perempuan, berakal dan juga
tidak berakal, kalau dilihat dalam kamus bahasa Arab maka kita akan menemukan
Istilah “Buraq” yang mempunyai arti
binatang kendaraan Nabi Muhammad SAW, dia berbentuk kuda, bersayap kiri dan
kanan,[32]
sebenarnya Buraq adalah istilah dalam Al-Qur’an dengan arti “Kilat” sebagaimana
firman Allah dalam Al-Qur’an:
Artinya:”Hampir saja kilat itu
menyambar penglihatan mereka, setiap kali (kilat itu) menyinari, mereka
berjalan di bawah sinar itu, dan apabila gelap menerpa mereka, mereka berhenti
niscaya Dia hilangkan pendengaran dan penglihatan mereka, sungguh Alah Maha
Kuasa atas segala sesuatu.(Q.S. Al-Baqarah: 20)[33]
Ini
adalah kendaraan rasululah yang digunakan dalam waktu Isra’ Mi’raj yaitu “Buraq”.
Adapun pengertian dari “Sidratul Muntaha” adalah sebuah pohon
bidara yang menandai akhir dari langit atau surga ketujuh sebuah batas dimana
makhluk tidak dapat melewatinya,[34]
disinilah dimana rasulullah SAW bertemu dengan Allah SWT dan mendapatkan
perintah shalat.
C. Tanggapan Masyarakat
Quraisy terhadap peristiwa Isra’ Mi’raj
Imam
Ahmad, Ibnu Abi Syaibah, An-Nasa’i, Al-Bazzar, Ath-Thabrany, Abu Nai’m
meriwayatkan dari Zararah bin Aufa dari Ibnu Abbas, rasulullah SAW bersabda
yang artinya:
”
Pada malam aku melakukan Isra’, aku
berada di Mekkah dan aku tahu orang-orang akan mendustakan diriku”[35]
Itulah
yang terjadi setelah beliau melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj ini, karena
mereka (kaum Quraisy) berfikir bahwasannya itu adalah suatu hal yang sangat
mustahil terjadi, bukan hanya kaum Quraisy yang tidak percaya akan peristiwa
itu akan tetapi umat Islam sendiri banyak yang belum paham dan meyakini akan
kebenaran peristiwa tersebut, dan banyak dari umat Islam yang merasa
keherananan akan peristiwa itu, hanya orang-orang yang memiliki keimanan yang
kuat dalam dirinyalah yang sanggup untuk menerima dan meyakini bahwa peristiwa
ini benar-benar terjadi pada diri rasulullah SAW.
Abu
Bakar As-Sidiq-lah yang langsung bisa untuk mempercayai peristiwa ini, karena
beliau (Abu Bakar As-Sidiq) memiliki keimanan yang sangat kuat dalam dirinya.
Banyak
sekali pemahaman-pemahaman akan peristiwa ini, dua permasalahan yang ada dalam
diri kaum Quraisy yang tidak pernah mempercayai perjalanan ini adalah:
1. Perjalanan
Isra’ rasulullah SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa adalah dua tempat yang
jaraknya sangat jauh, antara Mekkah dan Palestina seorang manusia harus
menempuh 1000 Km pulang pergi satu malam. Padahal jarak tersebut biasa ditempuh
dengan unta dalam jangka waktu 1 bulan, baru orang Arab dapat sampai di
Palestina.
2. Perjalanan Mi’raj rasululllah SAW yang
menjadi permasalahan besar bagi kaum Quraisy, seorang manusia biasa dapat
menembus tujuh langit dan kemudian dapat singgah di Sidratul Muntaha adalah
suatu keanehan bagi kaum Quaraisy. Padahal jarak antara bumi dan langit tidak
dapat diperkirakan jaraknya oleh manusia. Akan tetapi rasulullah SAW melakukan
itu hanya dalam waktu yang sangat singkat.
Dari
Permasalahan di atas inilah yang membuat kaum Quraisy tidak mempercayai akan
peristiwa Isra’ Mi’raj rasulullah. Terlebih-lebih 1 permasalahan yang tidak
pernah kaum Quraisy percayai adalah pertemuan rasululah dengan Allah SWT dan
pada saat ini jugalah umat Islam bertanya-tanya akan kebenarannya. Padahal
sudahlah sangat jelas firman Allah yang menjelaskan pertemuan diantara
keduanya. Firman Allah dalam Al-Qur’an:
Artinya:”
kemudian Dia mendekat (pada Muhammad) lalu bertambah dekat, sehingga jaraknya
(sekitar) dua busur panah atau lebih dekat (lagi)”.Q.S. An-Najm: 8)[36]
Keimananlah yang dibutuhkan untuk memahami
peristiwa yang penuh dengan rahasia-rahasia dan keajaiban-keajaiban di dalamnya.
Disinalah puncak i’tikad seseorang
mukmin dan mukminah, kebebasan dalam menentukan i’tikadnya dalam memahami
peristiwa yang sangat agung ini.
D. Maksud dan Tujuan Isra’
Mi’raj
Adapun
tujuan dari peristiwa Isra’ mi’raj adalah sebagai berikut:
1. Sesungguhnya Allah telah
memperlihatkan kepada rasul-Nya apa yang telah diserukan kepadanya.[37]
Rasulullah diperintahkan untuk
menyeru beriman kepada surga, maka beliau pun telah mengetahui keadaan surga.
Beliau diperintahkan untuk menyeru manusia agar beriman kepada para rasul, maka
beliau pun melihat mereka. Beliau diperintahkan untuk menyeru manusia agar
beriman kepada malaikat, maka beliau pun melihat langsung pengaruh kekuasaan
Allah.
Oleh karena itu Allah SWT
menyebutkan tujuan Isra’ Mi’raj dalam ayatnya surat Al-Isra’ ayat 1 “Linuriyahuu Min Aayatina” untuk kami perlihatkan sebagian dari
tanda-tanda kekuasaan-Nya.
Kemudian tujuan ini dipertegas oleh surat An-Najm ayat 18 yang
berbunyi:
Artinya:”
Benar-benar ia telah melihat ayat-ayat Kami yang besar”.[38](Q.S.
An-Najm: 18)
2. Allah SWT hendak
mempersiapkan babak baru bagi rasul-Nya dalam perjalanan dakwah.[39]
Dari semua hal yang telah rasulullah
lihat, lakukan, dan alami adalah bekal yang sangat besar bagi rasulullah untuk
menyebarkan ajaran agama Allah. Dan bekal yang sangat kokoh juga bagi jiwa
rasulullah SAW dalam menghadapi semua permasalahan yang lebih berat dibanding
sebelumnya.
3. Allah bermaksud
menetapkan kondisi ketauhidan rasulullah SAW menjadi lebih prima.[40]
Kondisi tauhid yang prima adalah
suatu kondisi kejiwaan yang kokoh dan terfokus hanya kepada Allah SWT. Itulah
sebabnya Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
Artinya:”
Adapun musibah yang terjadi itu semua dengan izin Allah. Dan barang siapa yang
beriman kepada Allah, niscaya Allah membimbing hatinya. Dan Allah atas segala
sesuatu Maha Kuasa”. (Q.S. At-Taghabun: 11)[41]
Penjelasan di atas dapat dipahami
jika kita mengetahui dan memahami kondisi rasulullah SAW sebelum peristiwa
Isra’ Mi’raj terjadi. Keyakinannya untuk menatap masa depan karena beliau
ditinggal oleh orang-orang yang sangat mendukungnya dalam dakwah Islamiyah.
Akan tetapi ayat-ayat Allah yang
disaksikan oleh Muhammad SAW dalam peristiwa Isra’ Mi’raj menyadarkan beliau,
bahwasannya pertolongan yang sebenarnya telah datang kepada beliau.
Setelah beliau ditinggal oleh Siti
Khadijah, isteri beliau yang sangat beliau sayangi dan Siti Khadijah merupakan
pendukung kejiwaan bagi beliau. Pendukung beliau ketika beliau sedang berada
dalam masalah yang besar maupun kecil, penenang beliau dikala beliau sedang
gelisah atas apa-apa yang menimpa dirinya.
Kemudian kematian Abu Thalib
pamannya beliau yang sangat menyayangi dirinya dan pendukung beliau dalam
melawan orang Quraisy, walaupun Abu Thalib adalah seorang kafir Quraisy, akan
tetapi karena beliau sangat menyayangi rasulullah, sehingga Abu Thalib selalu
mendukung dakhwahnya dalam menyebarkan agama Islam.
Dan pada saat inilah ketauhidan
rasulullah goyah, karena beliau telah ditinggal oleh orang yang selalu
mendukungnya dalam menyebarkan agama Islam. Dan melalui Isra’ Miraj-lah Allah
memantapkan ketauhidan rasulullah. setelah perjalanan Isra Mi’raj hati
rasulullah tidak goyah sedikit pun, karena beliau bena-benar melihat
tanda-tanda kebesaran Allah SWT.
Dan inilah tujuan Allah SWT yang
telah memperjalankan kekasihnya (Muhammad SAW) dalam peristiwa Isra’ Mi’raj.
Dan umat Islam khususnya dapat mengambil pelajaran yang sangat berarti dari
kejadian ini.
E. Hikmah Isra’ Mi’raj
Banyak
hikmah yang tersirat dalam peristiwa ini, hikmah yang pertama adalah “pentingnya kesabaran”[42]
dalam hidup dan dakwah, inilah yang dialami rasulullah SAW sebelum dan sesudah
melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj. Sebelumnya rasulullah telah ditinggal oleh paman
yang selalu membantu beliau dalam menyebarkan ajaran agama Islam dan dalam
berdakwah, kemudian rasulullah juga ditinggal oleh isterinya yang tercinta,
yang mengakui kerasulannya untuk pertama kali, akan tetapi beliau tetap sabar
dalam menjalankan roda kehidupannya, dan dari berbagai hinaan yang dilakukan
oleh kaum Quraisy terhadap dirinya, beliau tetap sabar dan tabah akan hinaan
yang dilontarkan kaum Quraisy terhadap dirinya. Jadi hikmah yang pertama dalam
peristiwa ini adalah “pentingnya kesabaran” sabar berasal dari kata ( )
“Shabara – Shabura – Shabran – Shabaaratan”, yang memiliki arti “menanggung dan menahan sesuatu”.[43]
Rasulullah
SAW mencoba untuk menahan dirinya dari semua fitnah yang menimpa dirinya.
Setelah rasulullah SAW diperlihatkan kekuasaan Allah SWT, baik yang ghaib
ataupun yang nyata, semua itu menimbulkan kesan yang sangat mendalam bagi diri
rasulullah tentang keagungan-Nya. Dan dari peristiwa ini menimbulkan keyakinan
pada diri rasulullah SAW bahwa sebesar apapun permasalahan yang telah ataupun
yang akan datang dalam mengemban tugas sebagai nabi terakhir, Allah pasti
menolongnya.
Kematian
Siti Khadijah dan Abu Thalib serta kuatnya kaum Quraisy, semuanya itu tidak
sebanding dengan kekuasaan Allah SWT. Jadi hikmah yang pertama dari peristiwa
Isra’ Mi’raj adalah “pentingnya sabar".
Hikmah
yang kedua dari peristiwa ini adalah “Menegakan
Shalat”[44] dan
inilah inti dari perjalanan Isra’ Mi’raj ini, dimana rasulullah diperintahkan
oleh Allah untuk melaksanakan shalat lima
waktu dalam satu hari. Inilah tugas umat Islam setelah terjadinya peristiwa
yang dialami rasulullah (Isra’ Mi’raj). Pada awalnya rasulullah menerima
perintah shalat lima puluh waktu dalam satu hari, akan tetapi Nabi Musa As
berkata kepada Nabi Muhammad SAW, bahwasannya umat Nabi Muhammad SAW tidak akan
sanggup untuk melaksanakan shalat ima puluh waktu dalam satu hari, kemudian rasulullah
kembali kepada Allah berkali-kali sehingga perintah shalat yang rasulullah
dapatkan adalah lima waktu dalam satu hari.
Kemudian
hikmah dari perjalanan Isra’ Mi’raj rasulullah SAW demikian tinggi dan mulia,
sehingga akal tak mampu menjangkaunya, ia sangatlah dalam sehingga sulit untuk
diraih. Ia juga sangat halus sehingga sulit utuk ditangkap oleh akal semata.
Namun, meskipun hakikatnya tidak dapat dijangkau, keberadaannya dapat diketahui
dengan kebenaran ayat-ayat Allah dalam Al-Qur’an Al-Karim.
[44] Ibid,
hal. 60
B.
Rahasia Peristiwa Isra’
Dalam
perjalanan Isra’ banyak sekali kejadian-kejadian aneh yang rasulullah tidak
mengerti, sehingga membuat beliau bertanya-tanya kepada Malaikat Jibril,
peristiwa yang aneh yang dialami oleh rasulullah itu adalah ketika rasulullah
SAW diminta untuk memilih susu dan arak, rasulullah kemudian memilih susu,
kemudian Jibril pun berkata kepada beliau “sesungguhnya engkau telah kembali
dalam fitrah”,[1] karena
susu itu adalah susu yang belum tercampur oleh zat apapun, susu itu masih dalam
keadaan murni, karena itulah Jibril mengatakan bahwasannya engkau kembali
kepada fitrah.
Mengapa
Malaikat Jibril mengatakan kepada rasulullah, bahwasannya engkau telah kembali
kepada fitrah, karena pada dasarnya akal itulah yang dapat menerima semua
kewajiban yang diperintahkan Allah kepada kita, dan minuman keras adalah
sesuatu yang dapat menutup akal kita, dan kita tidak dapat menerima dan
menjalankan perintah Allah dengan baik. Dan apabila minuman itu diminum oleh
manusia, sesungguhnya itu membuat akal tidak berjalan dengan baik.
Dan inilah
pelajaran yang rasulullah berikan untuk umat Islam, yakni agar selalu
mensucikan akalnya.
Akal adalah
merupakan nikmat yang terbesar dari Allah SWT yang diberikan kepada manusia,
dan inilah yang membedakan kedudukan antara manusia dengan binatang. Karena
binatang tidak memiliki akal, akan tetapi manusia memilikinya.
Kemudian
rasulullah juga diperlihatkan oleh Allah suatu kejadian yang sangat aneh,
dimana rasulullah diperlihatkan dengan orang yang sedang memakan
bulatan-bulatan api,[1] setelah
melihat kejadian ini, rasululah pun bertanya kepada Malaikat Jibril, siapakah
mereka wahai Jibril? Jibril pun menjawab “mereka adalah perumpamaan umatmu yang
suka memakan harta anak yatim”. Subhanallah inilah perumpamaan orang yang suka
memakan harta anak yatim. Padahal Allah telah menjelaskan dalam firman-Nya
tentang akibat dan perumpamaan orang yang memakan harta anak yatim, firman
Allah dalam Al-Qur’an:
Artinya:”Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
Maka itulah orang yang menghardik anak yatim”. (Q.S. Al-Ma’un: 1-2)[2]
Jadi orang yang memakan harta anak yatim adalah orang
yang mendustakan agama, dan balasan bagi orang yang suka memakan harta anak
yatim adalah memakan bulatan-bulatan api. Dan inilah pelajaran bagi umat Islam
khususnya, dimana kita harus menyayangi anak-anak yatim dan jangan pernah kita
menghardik mereka.
Kemudian rasulullah menjumpai suatu kaum yang bercocok
tanam lalu mengetamnya pada hari itu juga, bahkan setelah diketam, tanaman itu
tumbuh kembali, diketam lagi, tumbuh kembali dan ini terjadi berulang-ulang.[3] Setelah
melihat kejadian ini rasululah pun bertanya kepada Malaikat Jibril, “wahai
Jibril siapakah mereka? Malaikat Jibril pun menjawab” mereka adalah orang yang
berjihad di jalan Allah”.
Yang demikian itu adalah karena jihad itu merupakan
wasilah yang menyampaikan petunjuk Allah kepada makhluk-Nya. Jihad fi
sabilillah adalah berarti juga melapangkan jalan atau mengalirkan dakhwah yang
datang dari Allah kepada manusia supaya mendapat petunjuk. Karena itulah
balasan bagi mereka digambarkan dalam peristiwa Isra’ dengan tanaman yang
diperoleh secara berlipat ganda.
Mengapa mereka mendaptkan imbalan terus-menerus? Inilah
hal yang menjadi pertanyaan bagi umat Islam khususnya, karena mereka telah
berjuang di jalan Allah SWT demi membantu agama Allah, dan mereka mencurahkan
harta dan tenaganya dengan tidak ada paksaan, semua yang mereka lakukan
hanyalah bermodalkan keikhlasan. Sehingga layaklah baginya jika Allah SWT menggantikan
apa-apa yang telah diperjuangkannya di jalan Allah SWT dengan imbalan yang
terus-menerus.
Dan ini
semua adalah balasan dari Allah SWT, karena Allah pasti akan membalas atas
semua yang telah diperjungkan di jalan Allah SWT, sebagaimana firman Allah
dalam Al-Qur’an:
Artinya:Katakanlah,”Sungguh, Tuhanku melapangkan
rezeki dan membatasinya bagi siapa yang Dia kehendaki diantara
hamba-hambanya.”Dan apa saja yang kamu infakkan, Allah akan menggantinya dan
Dialah pemberi rezeki yang terbaik”. (Q.S. Saba’: 39)[4]
Kemudian rasulullah juga diperlihatkan dengan perumpamaan
dunia yang begitu indah bagaikan perhiasan, tetapi juga sesuatu yang melalaikan
dan sebagai permainan, firman Allah dalam Al-Qur’an:
Artinya:”Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia
cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak,
harta benda yang bertempuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan
ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan disisi
Allah-lah tempat kembali yang baik”.(Q.S. Al-‘Imran: 14)[5]
Allah SWT mengumpamakan dunia yang penuh dengan keindahan
ini dan bagaikan perhiasan yang begitu indah, dengan wanita yang tua renta yang
memakai berbagai macam perhiasan,[6] setelah
melihat kejadian ini rasulullah pun bertanya kepada malaikat Jibril, “wahai
Jibril siapakah ia? Jibril pun menjawab: “ia adalah perumpamaan akan umur dunia
yang sudah tersisa”.
Dengan peristiwa ini seolah-olah rasulullah SAW berkata
“tiada yang tersisa dari umur dunia ini kecuali seperti yang tersisa dari umur
wanita ini”. Dan yang menjadi permasalahan adalah, mengapa manusia masih saja
disibukan dengan perhiasan dunia dan kenikmatan dunia, dan banyak dari mereka
yang tidak memikirkan akhirat.
Maka dari
itu, ini adalah pelajaran bagi umat manusia agar menabung amal disisa umur
dunia ini. Dan inilah pelajaran yang sangat agung bagi umat Islam, bahwasannya
kehidupan di dunia ini hanyalah untuk menabung amal kebaikan.
Dalam ayat
Al-Qur’an Allah juga memberikan perumpamaan yang berbeda kepada dunia, Allah
berfirman dalam Al-Qur’an:
Artinya:”Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan
dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-
megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak,
seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman
itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan
di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta
keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang
menipu”.(Q.S. Al-Hadid: 20)[7]
Sungguh dunia ini adalah permainan dan kehidupannya
adalah suatu kelalaian bagi manusia, akan tetapi itu semua tergantung kepada
diri kita sendiri, apakah kita menggunakan kehidupan kita disisa dunia ini
dengan kebaikan, ataukah dengan keburukan. Dan perumpamaan yang rasulullah
dapatkan dari perjalanan Isra’ Mi’raj dengan wanita tua yang memakai berbagai
macam perhiasan, dan ini adalah perumpamaan sisa umur dunia, akan tetapi dalam
ayat ini Allah mengumpamakan dunia yang indah akan tetapi melalaiakan dengan
tanaman padi yang telah tersirami air hujan dan membuat bangga para petani, dan
menjadikan padi itu menguning, akan tetapi ketika padi itu hendak panen, padi
itu hancur dan tidak memberikan hasil yang bagus. Inilah perumpamaan dunia yang
penuh dengan kesenangan, akan tetapi kesenangan itu hanyalah suatu kebohongan
yang nyata bagi manusia yang menyadarinya.
Kemudian rasululah juga diperlihatkan oleh Allah SWT
kepada pemandangan yang lain lagi, yaitu orang-orang yang menggunting bibir dan
lidahnya sendiri. Setelah melihat kejadian itu, rasulullah pun bertanya kembali
kepada Malaikat Jibril. “wahai Jibril siapakah mereka? Jibril pun menjawab
pertanyaan rasulullah tersebut, “sesungguhnya mereka adalah umat mu yang selalu
menyebarkan fitnah dan tidak pernah melakukan apa-apa yang telah ia sampaikan
kepada seluruh umat manusia, dan lisannya lebih manis dari pada madu, akan
tetapi perbuatannya selalu menjengkelkan hati orang lain.
Padahal Allah SWT telah berfirman dalam Al-Qur’an,
bahwasannya orang yang paling dibenci oleh Allah SWT adalah orang yang tidak
melakukan atas apa-apa yang telah ia sampaikan kepada orang lain, firman Allah
dalam Al-Qur’an:
Artinya:”Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu
mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (itu) sangatlah dibenci disisi
Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang kamu kerjakan.(Q.S. As-Saff: 2-3)[8]
Inilah rahasia yang tersirat dalam peristiwa Isra’
rasulullah, banyak hal yang tidak rasulullah mengerti, dan membuatnya
bertanya-tanya kepada Malaikat Jibril. Sungguh ini semua adalah kehendak Allah
SWT dengan apa-apa yang Dia kehendaki. Tidak ada yang tidak mungkin bagi-Nya,
semua apa-apa yang Dia inginkan bisa terjadi dengan hanya menyebutkan “Kun
Fayakun”. Jadilah maka jadi.
B.
Rahasia Dibalik Peristiwa Mi’raj
Disinilah
banyak peristiwa yang belum diketahui oleh kebanyakan manusia, khususnya umat
Islam. Pada saat Mi’raj rasulullah melihat dan bertemu dengan nabi-nabi sebelum
beliau dan beliau pun melihat Malaikat Jibril dengan wujud yang aslinya,
sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an menjelaskan tentang penglihatan
rasulullah yang tidak berpaling sama sekali, firman Allah dalam Al-Qur’an:
Artinya:”(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul
Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak
menyimpang dari yang dilihatnya itu dan tidak pula melampauinya”.( Q.S.
An-Najm: 16-17)[9]
Sungguh
jelas firman Allah yang menjelaskan bahwasannya Nabi Muhammad SAW telah
melihat Malaikat Jibril dengan wujud
aslinya. Ini adalah kehendak Allah dan kekuasaan Allah untuk memperlihatkan
Jibril dengan wujud aslinya. Dan inilah rahasia yang besar yang terjadi dalam
peristiwa Mi’raj.
Rahasia dalam peristiwa Mi’raj rasulullah telah terangkum
dalam hadits rasulullah yang menjelaskan bahwa setiap penjaga langit sangat
menghormati, memuliakan, dan merasa senang dengan kedatangannya (Nabi Muhammad
SAW). Dan beliau bertemu dengan nabi-nabi sebelumnya di setiap tangga langit,
dan pertemuan rasulullah dengan nabi-nabi sebelum beliau memiliki makna
tersendiri.
Imam Bukhori mengatakan di dalam kitab shahihnya: Babul
Mi’raj, telah diceritakan kepada kami oleh Hadibah Ibnu Khalid (katanya): telah
diceritakan kepada kami Hammam bin Yahya (katanya): telah diceritakan kepada
kami dari Qatadah dari Anas bin Malik dari Malik bin Sha’sha’ah radhiyallahu
‘anhu bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya:
”Ketika aku sedang berada di Hathim dan ada
pula beliau berkata: di Hijir sedang berbaring, tiba-tiba aku didatangi oleh
seseorang, lalu ia memotong.” Berkata Qatadah, “aku mendengar Anas
berkata,”lalu ia (pendatang) itu membelah diantara ini dan ini.”Aku bertanya
kepada Jarud, (yang berada disampingku)”apakah yang dimaksud dengan itu?”ia
menjawab,”dari bawah lehernya sampai ke bulu ari-arinya. “Sabda Nabi,”lalu
orang itu mengeluarkan hatiku. Kemudian aku dibawakan sebuah bejana dari emas
berisi iman. Lalu dicucilah hatiku, lantas diisi kemudian dikembalikan.
Kemudian didatangkan seekor binatang yang tubuhnya lebih kecil dari pada Baghal
dan lebih besar daripada Himar (Keledai), putih rupanya”. Lalu Jarud berkata
kepadanya: itu ialah Buraq, ya Aba
Hamzah”. Anas berkata: “ya, binatang itu sekali melangkah sejauh mata
memandang”. Lalu aku (kata Nabi Muhammad SAW) dinaikan keatasnya. Kemudian
Jibril membawa aku sampai ke langit dunia (pertama), lantas ia minta dibukakan,
Penjaga langit itu bertanya “siapakah ini? Jawab Jibril “Jibril” dia bertanya
lagi “siapa yang bersama mu? Jibril menjawab “Muhammad”. penjaga itu bertanya
lagi “apakah ia telah dipangil untuk menghadap? Jibril menjawab “ya” maka
diucapkan oleh penjaga itu kata sambutan “selamat datang baginya, sebaik-baik
orang yang datang telah datang”. Lalu penjaga itu membuka pintu itu, maka
disana terdapat Adam As, maka Jibril berkata”ini ayahmu Adam”. Sampaikan salam
kepadanya, lalu aku mengucapkan salam kepadanya, lalu ia menjawab salam ku,
lantas berkata “selamat datang anak yang shalih dan Nabi yang shalih. Kemudian
Jibril bersamaku naik ke langit kedua dan jibril pun meminta agar langit itu dibuka.
Penjaga langit itu bertanya “siapakah ini? Jawab Jibril “Jibril” dia bertanya
lagi “siapa yang bersama mu? Jibril menjawab “Muhammad”. penjaga itu bertanya
lagi “apakah ia telah dipangil untuk menghadap? Jibril menjawab “ya” lalu
disambut dengan ucapan “selamat datang sebaik-baik orang yang datang. Lalu
penjaga itu membuka langit. Maka ketika aku melalui langit itu aku melihat Yahya
As dan Isa As, mereka berdua ini anak laki misanan dari pihak bibi mereka.
Jibril berkata “ ini Yahya dan Isa, maka berilah salam kepadanya, maka aku pun
mengucapkan salam kepada keduanya dan mereka pun membalas salamku, lalu mereka
berkata “selamat datang bagi saudara yang shaleh dan Nabi yang shalih”.
Kemudian Jibril naik membawaku ke langit ketiga, lalu ia meminta langit itu
dibuka.
Ia
ditanya oleh penjaga itu “siapakah ini? Jawab Jibril “Jibril” dia bertanya lagi
“siapa yang bersama mu? Jibril menjawab “Muhammad”. penjaga itu bertanya lagi
“apakah ia telah dipangil untuk menghadap? Jibril menjawab “ya, benar” lalu
penjaga itu berkata “selamat datang sebaik-baik orang yang datang”. Maka ketika
aku telah melewati langit itu, terdapat Yusuf As. Jibril berkata “ ini Yusuf
sampaikanlah salam kepadanya.
Aku pun
mengucapkan salam kepadanya, lalu ia menjawab salamku. Kemudian ia berkata “
selamat datang bagi saudaraku yang shaleh dan Nabi yang shalih”. Kemudian
naiklah Jibril denganku sampai ke langit kempat.
Maka ia
mohon dibuka langit itu. Kemudian
Jibril ditanya “siapakah ini? Jawab Jibril “Jibril” dia bertanya lagi
“siapa yang bersama mu? Jibril menjawab “Muhammad”. penjaga itu bertanya lagi
“apakah ia telah dipangil untuk menghadap? Jibril menjawab “ya”. Berkatalah
penjaga itu “selamat datang, berbahagialah orang yang datang. Setelah aku
melalui langit itu, maka kelihatanlah Idris As, sampaikanlah salam kepadanya.
Maka aku pun memberikan salam kepadanya, dan ia pun mejawab “selamat datang
saudara yang shalih dan nabi yang shalih”. Kemudian naiklah Jibril bersamaku ke
langit kelima, lalu ia minta langit itu dibuka.
Ia ditanya pula oleh penjaga langit itu “siapakah ini? Jawab Jibril
“Jibril” dia bertanya lagi “siapa yang bersama mu? Jibril menjawab “Muhammad”. penjaga
itu bertanya lagi “apakah ia telah dipangil untuk menghadap? Jibril menjawab
“ya”. Maka penjaga itu pun mengucapkan “selamat datang, sebaik-baik yang
datang”.
Maka
setelah aku lalui langit itu, aku lihat Harun As, maka Jibril berkata “ucapkanlah
salam kepadanya, maka aku ucapkan salam kepadanya dan dijawab olehnya, lalu ia
berkata “selamat datang saudara yang shalih dan Nabi yang shalih. Kemudian
naiklah Jibril bersamaku hingga langit keenam. Lalu ia meminta langit itu
dibuka. Penjaga itu bertanya “siapakah ini? Jawab Jibril “Jibril” dia bertanya
lagi “siapa yang bersama mu? Jibril menjawab “Muhammad”. penjaga itu bertanya
lagi “apakah ia telah dipangil untuk menghadap? Jibril menjawab “ya”. Penjaga
itu berkata “selamat datang sebaik-baik yang datang”. Maka setelah aku lalui
langit itu, disana ada Musa As, maka ucapkanlah salam kepadanya.
Aku pun
mengucapkan salam kepadanya dan ia jawab salamku itu lalu berkata “selamat
datang saudarku yang shalih dan Nabi yang shalih. Tatkala aku melanjutkan
prejalanan ia menangis, lalu ia ditanya “ mengapa engkau menangis?” ia
menjawab, aku menangis seorang muda diutus sesudahku dan dari umatnya lebih
banyak masuk surga dari pada umatku. Kemudian Jibril membawaku ke langit
ketujuh, Jibril pun meminta langit itu dibuka, kemudian ia ditanya “siapakah
ini? Jawab Jibril “Jibril” dia bertanya lagi “siapa yang bersama mu? Jibril
menjawab “Muhammad”. penjaga itu bertanya lagi “apakah ia telah dipangil untuk
menghadap? Jibril menjawab “ya”. Penjaga itu berkata selamat datang baginya,
sebaik-baik orang yang datang”.
Maka
ketika aku melalui langit itu aku melihat Ibrahim As. Jibril berkata “ini
ayahmu, maka berikan salam kepadanya, aku pun mengucapkan salam kepadanya, ia
menjawab salamku lalu berkata,”selamat datang anak yang shalih dan Nabi yang
shalih. Kemudian diperlihatkan kepadaku “Sidartul Muntaha” yang buahnya seperti
labu Hajar dan daunnya seperti telinga-telinga gajah. Jibril berkata “ini
Sidratul Muntaha”. Terdapatlah di situ empat sungai, dua sungai di dalam dan
dua sungai nampak di luar. Maka aku bertanya kepada Jibril “apa keduanya ini
wahai Jibril ? Jibril pun menjawab “dua sungai yang terbit di dalam itu, dua
sungai yang di surga, dua sungai yang terbit diluar itu ialah sunagi Nil dan
sungai Furat. Kemudian diperlihatkan kepadaku Baitul Ma’mur.
Kemudian
didatangkan kepadaku sebuah bejana berisi madu, lalu aku mengambil bejana yang
berisi susu maka Jibril berkata “inilah kesucian yang engkau dan umatmu berada
di atasnya”. Kemudian diwajibkan atasku shalat lima puluh kali setiap hari. Musa berkata
“sesungguhnya umatmu tidak sanggup melakukan lima puluh kali shalat setiap
harinya, dan sesungguhnya aku demi Allah, telah mencoba manusia sebelum engkau
dan aku pernah merawat Bani Israil dengan perawatan yang betul-betul, maka dari
itu kembalilah kepada tuhanmu dan mohonlah dari pada-Nya keringanan untuk
umatmu, lalu aku kembali, kemudian Dia memberikan keringanan sepuluh. Kemudian
aku kembali kepada Musa, lalu ia berkata lagi seperti tadi. Maka aku pun
kembali menghadap kepada Allah, lalu dikurangkan sepuluh lagi, aku kembali
kepada Musa, dan ia pun berkata seperti semula. Maka aku kembali kepada Allah,
lalu diperintahkan atasku sepuluh kali shalat setiap hari. Kembali lagi aku
kepada Musa dan ia berkata seperti perkataannya semula. Lalu aku kembali
menghadap kepada Allah, maka diperintahkan kepadaku lima kali shalat setiap hari. Aku kembali
kepada Musa, lalu ia bertanya “apakah yang diperintahkan kepadamu? Aku menjawab
“aku diperintahkan melakukan lima
kali shalat dalam seharinya. Musa berkata “sesungguhnya umatmu tidak sanggup
melakukan lima
kali shalat setiap hari. Sesungguhnya aku telah mencoba manusia sebelum engkau
dan aku telah merawat Bani Israil dengan perawatan yang sebenar-benarnya, maka
kebalilah kepada tuhanmu dan mintalah keringanan untuk umatmu. Nabi menjawab
“aku telah memohon kepada Tuhanku hingga aku merasa malu, maka aku menerima dan
menyerah. Di saat itu aku kembali, ada seorang penyeru menyeru kepadaku “aku
telah meluluskan fardhuku dan telah meringankan kepada hamba-hambaku”.[10]
Inilah
hadits yang menjelaskan bahwasannya Nabi Muhammad SAW sangat dihargai dan
dihormati oleh setiap penjaga langit, dan mereka sangat senang dengan datangnya
rasululah, dan di setiap langit, rasulullah bertemu dengan para nabi sebelum
beliau. Inilah rahasia yang terkandung dalam peristiwa Mi’raj rasulullah SAW.
Sungguh mulia Nabi Muhammad SAW, beliau dapat bertemu dengan nabi-nabi sebelum
beliau, padahal ini adalah suatu hal yang mustahil, bagaimana bisa Nabi
Muhammad SAW yang masih hidup dapat bertemu dengan nabi-nabi sebelum beliau
yang sudah meninggal jauh sebelum beliau terlahir ke dunia. Tetapi inilah
kekuasaan Allah yang Maha Agung lagi Maha Mengetahui atas segala sesuatu yang
Dia kehendaki.
Pertemuan Nabi
Muhammad SAW dengan para nabi terdahulu mempunyai maksud tertentu, di langit
pertama rasulullah SAW bertemu dengan Nabi Adam As, ini bermaksud agar Nabi
Muhammad SAW mengetahui ayahnya, karena Adam As adalah manusia yang pertama
kali di ciptakan oleh Allah.
Kemudian di
langit kedua rasulullah SAW bertemu dengan Nabi Musa As, ini disebabkan karena
Nabi Musa As memiliki pengalaman dalam menghadapi penguasa negerinya yang
tiran, yaitu Fir’aun. Dan dari pertemuan ini rasulullah mendapatkan pelajaran
yang sangat besar untuk membuat strategi dakwah di negeri yang penuh dengan
kedzaliman.
Kemudian
pertemuan rasulullah SAW dengan Nabi Harun As, ini disebabkan karena Nabi Harun
As memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik. Di saat inilah Nabi Muhammad
SAW mendapatkan ilmu untuk berbicara dengan baik dan berkomunikasi dengan baik.
Kemudia
Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Yahya As, ini disebabkan karena Nabi Yahya As
mempunyai pengalaman dalam menghadapi Raja Romawi, dari pertemuan ini
rasulullah Saw mendapatkan cara yang baik untuk melawan Raja Romawi maupun
Persia.
Pertemuan
Nabi Muhammad SAW dengan Nabi Isa As, ini dikarenakan Nabi Isa As memiliki
pengalaman dari umatnya sendiri yang mengkhianati dirinya, rasulullah pun
mengambil ilmu yang telah dialami Nabi Isa As tersebut.
Pertemuan
Nabi Muhammad SAW dengan Nabi Yusuf As, disebabkan Nabi Yusuf As memiliki
kemampun untuk mengelola keuangan Negara. Ilmu yang sangat besar yang diambil
rasulullah SAW dari pertemuannya dengan Nabi Yusuf As.
Pertemuan
Nabi Muhammad SAW dengan Nabi Idris As, disebabkan karena Nabi Idris As adalah
seorang cendikiawan, maka dari itu rasulullah SAW mendapatkan ilmu yang sangat
bermanfaat setelah pertemuannya dengan Nabi Idris As.
Dan
terakhir di langit ke-tujuh rasulullah SAW bertemu dengan Nabi Ibrahim, pertemuan
ini disebabkan karena Nabi Ibrahim As adalah “Bapak Tauhid”[11]
[1] Syekh
Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi, Menyikap Misteri Isra’ dan Mi’raj, Surabaya , Karya Utama,
hal. 134
[2] Depag RI , Al-Qur’an
Tarjamah dan Penjelasan Ayat Ahkam, Jakarta ,
Pena Pundi Aksara, 2002, hal. 603
[3] Syekh
Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi, Menyikap Misteri Isra’ dan Mi’raj, Surabaya , Karya Utama,
hal. 139
[4] Depag RI , Al-Qur’an
Tarjamah dan Penjelasan Ayat Ahkam, Jakarta ,
Pena Pundi Aksara, 2002, hal. 433
[5] Ibid, hal.
53
[6] Syekh
Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi, Menyikap Misteri Isra’ dan Mi’raj, Surabaya , Karya Utama,
hal. 143
[7]Depag RI , Al-Qur’an
Tarjamah dan Penjelasan Ayat Ahkam, Jakarta ,
Pena Pundi Aksara, 2002, hal.
[8] Ibid, hal.
552
[9] Depag RI , Al-Qur’an
Tarjamah dan Penjelasan Ayat Ahkam, Jakarta ,
Pena Pundi Aksara, 2002, hal. 527
[10] Syekh
Muhammad Matawali Asy-Sya’rawi, Menyikap Misteri Isra’ dan Mi’raj, Surabaya , Karya Utama,
hal. 25
[11]Drs.
Muahamad Soebari, Pelajaran dari Isra Mi’raj Nabi, Jakarta , Khaoirul Bayan, 2003, hal. 49
[1] Syekh
Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi, Menyikap Misteri Isra’ dan Mi’raj, Surabaya ,
Karya Utama, hal. 125